Kamis, 12 Januari 2012

Fanfiction 'Pinokio No Ai'

Fanfiction (THIS IS SPECIAL FOR YUMA B’DAY)

Title                       : Pinokio No Ai

Genre                   : Fantasi Romace

Ratting                  : PG

Author                  : Lisa Wulan Novianti

Cast                       : Nakayama Yuma (NYC), Tegoshi Riisa, Tegoshi Yuya (Tegomass), Tegoshi Din (OC), Tegoshi Ichiko (OC) dan beberapa orang lewat.

Disclaimer           : Nga ada chara yang di hak patenkan. Nakayama Yuma Cuma saya patenkan sebagai suami saya. Tegoshi Yuya from News and Tegomass. Dan yang lainnya hanyalah OC, Din itu Bunda Dinchan dan Ichiko itu Ucii. Btw, ini FF special ultahnya Yuma. Kalian tau lah saya nga berbakat buat FF. jadi dimohon untuk komen dan berikan saran XD

Pinokio No Ai



RIISA POV

“Riisa-Nee, Riisa-Nee” Aku mencari asal suara yang memanggil ku. terlihat Ichiko yang berlari dengan kaki jenjangnya menghampiriku. Setelah sampai dihadapanku, gadis itu tidak langsung mengutarakan maksudnya, dia mengatur nafasnya terlebih dahulu, sepertinya Ichiko habis berlari dengan jarak yang jauh.

“Doushita?” Tanyaku penasaran. Dari raut wajahnya ku tebak dia menyimpan sesuatu yang penting yang ingin segera dia katakan.

Ichiko merampas minuman yang ku bawa lalu di tenggaknya segelas jus jeruk dingin yang baru saja aku ambil dari dapur.

“Anou, Aku” ichiko terbata. “Aku melihat seorang manusia” teriaknya dengan keras.

Sontak aku menutup mulunya, adik kandung ku yang satu ini memang berisik sekali. “Kau ini, kalau mau bicara buktikan dulu” Seru ku kesal.

“Betul kok Riisa-Nee. Aku melihatnya di perbatasan hutan terlarang, sedang tertidur dibawah pohon, wajahnya manis, hidungnya mancung. Bahkan aku sempat memperhatikannya beberapa detik” Ucap Ichiko dengan senang. Wajahnya seperti baru saja ditembak oleh artis yang sangat tampan.

“Manusia itu hanya dongeng” Ucapku datar dan meninggalkan Ichiko.

“Chotto” Teriak Ichiko dan mengejarku.

Aku masuk kedalam dapur, terlihat Okaasan sedang mempersiapkan makanan untuk makan malam, biasanya kami akan memulai makan malam saat Otoosan sudah pulang.

Aku dan ichiko sebenarnya bukanlah anak kandung Din dan Tego. Tapi kami memanggilnya Okaasan dan Otoosan. Sudah lama Okaasan dan Otoosan menikah, tapi karena belum dikarunia anak dia mengambil kami, kakak beradik yang berbeda umur 3 tahun. Sebelumnya kami ada dipenampungan anak-anak yang sudah kehilangan orang tuanya. Orang tua kami pergi meninggalkan kami. Entah apa penyebabnya. Sampai saat ini kami pun sudah melupakan wajah orang tua kami.

Saat umurku 10 tahun Okaasan pernah menceritakan suatu dongeng. Dalam cerita tersebut ada sebuah benua, benua manusia. Saat itu aku meminta Okaasan menceritakan cirri-ciri manusia. Memang secara garis besar mereka mirip dengan kami, tapi tubuh mereka lebih sempurna. Bisa bergerak walau tanpa engsel dan baut. Tidak seperti kami, bangsa pinokio. Tubuh kami terbuat dari kayu, disetiap bagian tubuh yang berfungsi sebagai penggerak terdapat engsel. Jika engselnya sudah rusak maka harus diganti dengan yang baru, terlebih kalau minyak diengselnya habis. Huuhhh merepotkan sekali, sampai sebesar ini aku dan ichiko selalu meminta bantuan pada Okaasan untuk menambahkan minyak diengsel kami yang kering. Karena itu terlalu sulit utnuk dilakukan sendiri.

Satu hal lagi, Okaasan berkata kalau benua manusia itu hanyalah dongeng belaka yang dibuat untuk menghibur anak-anak. Walau aku sedikit percaya akan keberadaan manusia tersebut. Tapi aku juga ragu. Karena saat itu aku tidak pernah melihat manusia. Tapi seminggu yang lalu, tepat saat Okaasan menyuruhku mengambil buah apel yang pohonya banyak tumbuh subur dekat hutan terlarang aku melihat sesosok lelaki, ciri-cirinya sama seperti yang digambarkan oleh Okaasan, seperti manusia. dia tertidur dibawah pohon. Aku sempat memperhatikannya dari jauh, tapi karena aku takut aku hanya meletakkan beberapa buah apel yang ku petik disana lalu membiarkan dia.

“Rii-chan. Mengapa melamun? Ayo bantu aku menyiapkan makanan. Sebentar lagi Otoosan pulang ne” Tegur Okaasan yang jelas-jelas mengagetkanku. Aku tersadar dan mulai membantu Okaasan. Begitu juga dengan Ichiko, setiap hari kehidupan kami memang seperti ini. Aku menyukai berada ditengah-tengah Okaasan dan Otoosan. Mereka sangat menyayangi aku dan Ichiko.

“Tadaima” Otoosan membuka pintu rumah sederhana yang dibangun untuk tinggal kami berempat. Dengan cepat Okaasan dan Ichiko menyambutnya. Sedangkan aku masih sibuk dengan makanan yang harus ditata semenarik mungkin.

Akhirnya kami semua memposisikan diri di meja makan, seperti biasa. Kami semua makan dengan tenang, sesekali layaknya seorang Otoosan, Tego menanyakan bagaimana hari ku hari ini, bagaimana Ichiko hari ini. Dan bagaimana Okaasan hari ini. Pertanyaan yang selalu membuat keakraban kami semakin menambah dan tentunya menciptakan suasana hangat diantara kita semua.

“Etto, Otoosan, aku melihat seorang manusia. Apakah mereka benar-benar ada?” Dengan wajah polos nan manis Ichiko berbicara. Anak ini memang terlalu polos untuk anak berumur 15 tahun.

“Eh? Doko? Sugoi desu ne. Aku belum pernah melihatnya” Jawab Otoosan tenang lalu meminum ocha yang sudah ku siapkan.

“Didekat hutan terlarang. Tadi aku bermain terlalu jauh” Balas Ichiko sambil terkekeh. Dari raut wajahnya dia sedikit terlihat takut, karena kami bangsa Pinokio memang dilarang memasuki hutan terlarang. Katanya banyak binatang buas dan banyak hantu disana. Pernah ada yang mencoba memasuki hutan terlarang, tapi sampai saat ini tidak pernah kembali lagi.

“Maa ne, lain kali kau jangan main kesana lagi ne Ichi-chan” Nasehat Okaasan.

Ichiko tertunduk lesu. “Doomo Sumimasen” ucapnya lirih.

“Sudahlah. Ayo lanjutkan lagi makannya” ucap Otoosan.

Sepanjang waktu, saat Ichiko berkata dia melihat manusia di perbatasan hutan terlarang, aku semakin penasaran akan sosok lelaki yang saat itu aku lihat. Apa sama seperti yang Ichiko lihat atau aku hanya salah lihat. Tapi Ichiko itu sangat polos, dia akan berkata apa adanya. Pasti dia tidak mungkin berbohong apalagi sampai mengarang cerita.

=====================================================================================

Minggu pagi ini terasa lebih dingin. Aku mengambil baju rajutan tangan yang diberikan oleh Okaasan diulang tahunku yang ke 17 beberapa waktu lalu. Kukenakan dan kupadukan dengan celana selutut, aku memang kurang suka menggunakan rok, maklum aku ini sedikit tomboy.

“Ohayou. Habis sarapan kalian bisa tolong antarkan pesanan Opi-san?” Tanya Okaasan saat kami selesai membereskan meja makan seusai sarapan.

Tanpa banyak ucapan, dan hanya dengan anggukan kepala kami menyetujuinya. Opi-Neechan adalah sahabat dekat Okaasan. Biasanya Opi-Neechan memesan kue yang suka Okaasan buat. Okaasan memang pandai membuat kue.

“Ittekimasu” Seru aku dan Ichiko bersamaan. Lalu kami melangkah keluar sambil membawa sekeranjang kecil kue-kue pesanan Opi-Neechan. Kami memang biasa memanggil Opi dengan panggilan Neechan.

“Riisa-Nee, rumah Opi-Neechan dekat dengan hutan terlarang kan?” Tiba-tiba Ichiko menanyakan hal yang seharusnya tidak bicarakan.

Aku terdiam, hanya anggukan kecil dari kepalaku, mengiyakan pertanyaan Ichiko.

“kalau begitu, kita lihat saja, apa diperbatasan itu masih ada manusia yang waktu itu aku lihat”Ichiko mengusulkan, rupanya rasa penasaran ichiko sama sepertiku, dia merasa kalau manusia itu ada.

“baka janai. Kau ini mau cari mati ya? Kau ini nakal sekali sih. Okaasan sudah bilang kan kita tidak boleh kesana” Jelasku kesal. Walau sebenarnya aku juga dirundung oleh rasa penasaran yang sangat besar.

Aku mempercepat laju jalanku. Meninggalkan Ichiko sendiri dibelakangku. Sampai tak terasa aku sudah berada tepat dirumah Opi-Neechan.

“Sumimasen” ucapku sambil mengetuk pintu rumah Opi-Neechan. Tak lama Opi-Neechan keluar dari dalam.

“Rii-chan. Ahh. Masuk dulu” Seru Opi-Neechan dan mempersihlakan aku masuk.

“Ahh~ Arigatougozaimasu” aku membungkuk dan menyodorkan keranjang kue yang ku bawa “Aku harus segera pulang. Siang ini aku akan membuat cake bersama Okaasan dan Ichiko.

“A, Souka. Eh. Iya, Ichiko kemana? Biasanya dia ikut denganmu kan?” Tanya Opi-Neechan

Aku menoleh kebelakang, dan ichiko tidak ada dibelakangku. Ku kepalkan tanganku, “Doomo Sumimasen. Aku harus segera pulang sekarang” Seruku dan langsung meninggalkan Opi-Neechan.

Hati serasa bagai gunung yang akan meletus, rasanya kesal sekali menghadapi ichiko, dia itu gadis yang nakal sekali. Dasar baaakkkaaa. Langkahku semakin cepat, aku tau harus mencarinya kemana. Pasti dia ingin menuntaskan rasa penasarannya, dia pasti ke hutan terlarang.

“Ichi-chan. Ichi-chan” Teriakku dari sudut perbatasan hutan terlarang, aku sama sekali tidak melihat Ichiko, pikiranku semakin kacau, karena sudah beberapa menit aku tidak dapat menemukannya disekitar perbatasan ini.

“Riisan-Neechaaaaannn” Aku mendengar suara Ichiko dari dalam hutan terlarang, berteriak memanggil namaku. Dengan cepat dan tanpa aba-aba aku menerobos pepohonan besar menuju hutan terlarang.

“Ichikooooo” Teriakku memanggilnya.

“Nee-chaaaaaaannnnn” Sahutnya. “Tolong akuuuuu” Aku terkaget mendengar kalimatnya. Pasti ada sesuatu yang tidak beres pada Ichiko. “Tolooonggg akuuu Nee-chhaaann” Teriaknyaan Ichiko semakin jadi, sayang keadaan hutan yang gelap membuatku sulit untuk melihat dengan jelas.

“Ichiko, kau kenapa?” Tanyaku saat aku melihat Ichiko yang berdiri dibawah pohon rindang.

“Jangan mendekat” Perintahnya. Aku sedikit kebingungan. Ichiko sama sekali tidak terlihat kenapa-kenapa. tubuhnya hanya bediri dibawah pohon, bersender pada pohon besar itu.

“Kenapa? kau ini, cepat pulang. Okaasan akan marah”

“Tidak bisa. Aku terjerat oleh akar penjerat” Tepat, salah satu pohon hidup yang menjerat apapun yang akan melintasinya. Sudah berkali-kali Okaasan dan Otoosan memperingatkan kami. Ichiko kau ini memang nakal sekali.

“lalu bagaimana?” Tanyaku bingung. Dengan cepat aku berpikir. “Kau bisa bergerak? Coba ambil batang ini. Lalu singkirkan akarnya dari tubuhmu, aku akan mengalihkan pergatiannya dengan batang yang lain” Ku sodorkan batang ranting yang berjatuhan. Lalu Ichiko mengambilnya dan mencoba mengikuti perintahku.

Aku sendiri mengalihkan sensor-sensor akar yang lainnya, agar dia menjerat batang ranting yang ku gunakan. Dan ternyata cara itu cukup berhasil, perlahan namun pasti akar-akar tersebut menjerat batang ranting dan melepaskan tubuh Ichiko. Perlahan-lahan Ichiko berjalan menghampiriku. Dan kami berdua akhirnya selamat.

“Arigatou Nee-chan” Ucap Ichikom suaranya nyaris menanggis.

“jangan menangis. Kau harus minta maaf pada Okaasan. Kau ini memang keterlaluan” Ucapku, aku berjalan bergandengan dengan Ichiko, tampak wajahnya sangat merasa bersalah.

Air mata Ichiko rupanya terjatuh, entah aku juga tidak mengerti. Mungkin dia menyesal telah melannggar larangan yang seharusnya tidak di larang.

“Chotto Ichiko” bisikku sambil menahan langkah Ichiko. Ichiko ikut berhenti, dan wajahnya terlihat bingung.

“Ada apa?”

“Ular” seruku.

Lalu kami beruda terdiam, perlahan ular pyton besar menghampiri kami. Ichiko dan aku masih saja terdia sama sekali tidak bergerak, walau tubuhk kami sama-sama bergetar dengan hebat. Ular itu perlahan mulai melingkarkan tubuhnya disekitar kami. Membuat ketakutan bukan main. dan dengan cepat ular itu mengenduskan nafasnya membuat air mata Ichiko berlinang.

“jangan menangis” Perintahku dengan nada yang sangat sangat pelan.

“kowai da yo”

Ular itu lalu menatap kami dengan matanya yang sangat besar. Aku tak dapat membayangkan selanjutnya apa yang akan terjadi dengan kami. Ular itu menjulurkan lidanya kearahku. Dan. Tubuhku dililitnya.

“Neeccchhhaaann” teriak Ichiko sambil menangis. Aku diam tak dapat melakukan apapun, tubuhku semakin serasa sakit dililit oleh tubuh ulat raksasa ini. Semakin lama lilitan ular ini semakin kuat, aku semakin tak sanggup menahan lilitannya, rasanya tubuhku sudah hancur dililit olehnya. Kini aku memasrahkan diri. Perlahan kurasakan lilitan ular ini melemah. Dan akhirnya ular itu melepaskan ku, seketika aku pun terjatuh dari lilitannya. Badanku menjadi sangat-sangat sakit. Dan ular itupun pergi.

“Daijoubu ka?” Tanya seseorang, aku masih tersungkur ditanah, dan Ichiko membantuku berdiri.

Orang itu mendekat, dia memasukkan oedangnay disarung pedang yang terikat dipinggangnya.

“Kalian baik-baik saja?” tanyanya lagi. Aku masih tidak bisa melihatnya, pandanganku masih buram.

“Nee-chan. Bangun. Kau tidak boleh mati disini, aku tidak kuat menggendong mu sampai rumah. Bangun Nee-chan” Aku mendengar kalimat konyol ichko, dengan cepat aku menjitak kepalanya.

“Baaakkkaaa. Kau ini menyebalkan sekali” Ucapku meringis, sepertinya banyak engselku yang copot karena kejadian tadi.

“Soune, kau sudah sadar. Kalau tidak ku bilang seperti itu kau pasti lama sadarnya” Jawab Ichiko.

Aku memandang lelaki itu dengan samar. “Daijoubu ka?” Tanyanya lagi.

“Engselku sepertinya lepas. Aku tidak bisa bergerak” Ucapku, lalu ku coba gerakkan lengan kananku, sepertinya engsel di lenganku masih lengkap. Sayang engsel di kaki ku semuanya menghilang, tentu saja ini membuatku tidak bisa bergerak.

“Pakai engselku sebelah. Jadi kita bergerak dengan menggunakan satu engsel” Saran Ichiko, dan lagi-lagi sarannya konyol sekali.

“Baakkaa. Mana bisa. Cepat pulang, carikan engsel untukku” Perintahku.

Ichiko bangkit dan meninggalkan ku sendiri.

“Chotto, hutan ini terlalu berbahaya untuk kalian. Nakayama Yuma desu, biar aku antar kalian pulang. Aku akan menggendongmu. Kita keluar bersama-sama” Lelaki itu menangkatku, dan mengendong ku bagaikan putrid kerajaan. Dan Ichiko berjalan disamping kami.

Siapa orang ini, dia mirip dengan yang ku lihat waktu itu. Tapi hutan ini gelap, aku tidak terlalu bisa melihatnya dengan jelas.

“kau tunggu sini, didepan ada laba-laba besar menghadang kita” jelas Yuma dan menyenderkan ku dibawah pohon, Ichiko menemaniku.

Aku melihat Laba-laba besar itu mengampiri Yuma, dengan ganas laba-laba itu mencabik sedikit dada Yuma, dan cairan berwarna merah pekat keluar dari dadanya yang terkena cabikan.

Dengan dua kali tebasan pedangnya. Lana-laba itu pergi dari hadapan kami. Kami pun bisa menghela nafas dan bisa melanjutkan pejalanan utnuk keluar dari hutan ini.

“Nakayama-kun, apa kau yang waktu itu tidur didekat pohon diperbatasan? Dan apakah kau manusia? Aku tidak melihat satupun engsel ditubuhmu” Seru Ichiko saat kami sudah benar-benar sampai diperbatasan.

“Panggil aku Yuma saja. Ah, aku itu”

“Ichikoooo” Gerutuku menyela ucapan Yuma. Ichiko terdiam tak berbicara apa-apa. Dia hanya menunduk.

“Kau sepertinya terluka. Biar aku obati lukamu dulu dirumahku” ucapku.

Sepanjang perjalanan kami semua saling diam, Aku, Yuma dan Ichiko, kami semua terdiam sampai kami tiba dirumah.

“Tadaima” ucapku pelan.

Okaasan membuka pintu dan wajahnya terlihat sangat terkejut melihat kami yang datang bersama orang asing, terlebih lagi engsel kaki ku terlepas, dan keadaan tubuh Ichiko yang kotor.

Okaasan segera menggambil engsel cadangan yang selalu tersedia dikotak reparasi kami, engsel ini memang tersedia, sesekali pasti dibutuhkan dalam keadaan seperti ini. Dan dengan cepat Okaasan membantu memasangkan engsel-engselku yang hilang.

“Gomen, aku harus pergi sekarang. Lain kali jangan masuk kedalam hutan terlarang lagi. Sumimasen aku pergi” ucap Yuma saat semua engselku sudah terpasang. Dia bangkit dari tempat duduk, bahkan dia belum sempat meminum minuman yang dibuatkan oleh ichiko.

“Chotto, siapa namamu, dari mana asalmu?” Tanya Okaasan, menahan kepergian Yuma.

“Nakayama Yuma desu. Aku tinggal diperbatasan hutan terlarang. Gomen. Aku harus segera pulang”

Okaasan menatap Yuma dengan tajam. “Arigatou. Douzo” Ucap Okaasan lalu tersenyum melepas kepergian Yuma.

=====================================================================================

I really believed in the love that I felt

From the very moment I meet you

Siapa dia sebenarnya. Aku memabg tidak dapat melihat tubuhnya dengan seutuhnya. Karena dia mengendakan pakaina panjang dan celana panjang, tapi pada bagian leher, aku sama sekali tidak melihat engsel yang mengatur perputaran pada leher.

“Nee-chan. Yuma-kun itu sepertinya manusia” Seru Ichiko sambil menghampiriku yang sedang asik membaca buku hadiah dari Otoosan. Kami memang sekamar, jadi aku tidak bisa jauh dari Ichiko.

“Tau dari mana? Kau ini memang sok tau” Ucapku kesal.

“Aku mau tau lebih banyak tentang Yuma-kun, aku akan kesana besok seusai pulang sekolah. Kau mau ikut?” Tanya Ichiko.

“baaakkka. Akan ku beri tahu Okaasan kalau kau akan keperbatasan hutan terlarang. Kau ini mau cari mati lagi ya? Kau ini nga ada kapoknya ya. Nakal sekali” bentak ku pada Ichiko.

Tiba-tiba Otoosan membuka pintu kamar kami. “Urusai yo Rii-chan. Besok kalian sekolah kan? Cepat tidur. Oyasumi” Ucap Otoosan dan mematikan lampu kamar kami.

“Oyasuminasai” ucapku dan Ichiko bersamaan. Ichiko menutup dirinya dengan selimut boneka kesayangannya itu, sedangkan aku, mataku masih terbelalak, aku menatap dalam gelap. Dan tiba-tiba timbul bayangan Yuma. Rasa penasaranku sama besarnya dengan rasa penasaran ichiko, tapi aku sendiri tidak tau bagaimana bisa menuntaskan rasa penasaran ini. Terlebih lagi aku malu kalau sampai ketahuan kalau aku juga penasaran pada Yuma. Pasti Ichiko akan menggodaku habis-habisan.

Alarm nyaring Ichiko berbunyi, rupanya sudah pukul 7 pagi. Aku bangkit dari tempat tidurku.

“Asa da yo. Cepat bangun. Sudah jam 8” Teriakku ditelinga Ichiko, sontak Ichiko pun panik mendengar aku berbohong sekarang sudah pukul 8. Dia langsung loncat dari tempat tidurnya dan dengan panik segera berlari menuju kamar mandi.

“Kau ini usil ya Rii-chan” Seru Okaasan yang sedang menyiapkan sarapan pagi untuk kami semua.

“Ohayougozaimasu. Biar saja. Dia yang membuat aku susah karena dia masuk ke hutan terlarang”

“Neeeccchhhaaannn” Teriak Ichiko kesal dari dalam kamar mandi. Sepertinya dia sudah sadar kalau ini masih jam 7. Aku hanya terkekeh mendengarnya.

“Ohayou. Ada apa ini? Pagi-pagi sudah ribut” Otoosan menghampiri aku dan Okaasan yang sedang menyiapkan makanan.

Aku tak menjawab dan Okaasan hanya tersenyum manis menatap Otoosan. Seandainya aku mempunyai pasangan, aku ingin seperti Tego dan Din. Mereka pasangan yang hebat.

“Otoosan. Neechan jahat padaku. Masa dia bilang ini sudah jam 8. Kan aku jadi panik” Lapor Ichiko pada Otoosan.

“tak apalah, ku dengar dari Okaasan kalian masuk hutan terlarang ya. Dan seorang anak laki-laki mengantar kalian pulang? Ini semua salahmu kan Ichiko?”

“Un, Gomen ne Okaasan” Ichiko menunduk meminta maaf pada Okaasan.

“Kau harunya minta maaf pada Nee-chan mu, kalau dia tidak masuk juga kau mungkin sudah mati dilahap oleh hewan buat kan?” Seru Okaasan.

“Ahhh, salah kalau tak ada Yuma-kun kita berdua akan mati” Sangkal Ichiko.

Aku mendelikkan mataku tajam kearahnya. Rasanya ingin sekali aku mencubit pipinya yang mulus itu.

“Yuma-kun, dare ka?” Tanya Otoosan penasaran.

“Dia yang menolong kami. Sepertinya dia manusia. Dia orang yang ku lihat waktu itu” jelas Ichiko dengan rinci.

“A, souka. Aku belum pernah melihat manusia” ucap Ottosan.

Aku tak memperdulikan Ichiko, dia terus membicarkan hal tentang manusia. Aku tak mengerti kenapa dia bisa yakin seklai kalau Yuma itu anak manusia.

Seusai sarapan pagi, aku dan Ichiko pergi kesekolah. Kami satu sekolah hanya saja beda tingkatan. Sedangkan  Otoosan bekerja kantor, dan Okaasan, dia hanya mengurus pekerjaan rumah dan sebagainya.

“Yuma-kun” ucapku saat melihat dia melintas dihadapanku.

“Riisa” Ucapnya menyapaku. Dia tersenyum kearahku. Ichiko sudah sampai sekolah terlebih dahulu. Untunglah tak ada dia.

“Sedang apa kau disini?” Tanyaku bingung.

“Pulang sekolah ku tunggu kau dibelakang sekolah ya” Ucapnya.

Aku menagguk, dan segera masuk kedalam sekolahku. Aku rasa dia itu manis, seperti yang ichiko bilang. Saat aku melihatnya tertidur juga. Dia manis sekali. Pertemuan kita didalam hutan itu membuat aku merasa tenang saat berada didekat Yuma. Dia benar-benar sosok pahlawan untukku. Dan rasa penasaranku membuatku ingin terus bersamanya.

“Nee-chan ayo pulang” Ajak Ichiko.

“kau duluan, aku piket hari ini. Piket ku ditukar oleh Yugo-kun. Jadi aku piket hari ini” Seruku.

Ichiko tak banyak bicara. Dia pulang sendiri, meninggalkan ku. dia sekarang kelas 3 SMP dan aku kelas 3 SMA. Dia selalu menjemputku untuk pulang bersama, walau Ichiko menyebalkan tapi aku membutuhkannya untuk tetap bersamaku. Bagaimana pun dia adalah adik kandungku yang sangat kusayangi melebihi apapun. Kalau Ichiko tak ada rasanya sebagian diriku hilang.

Aku berjalan dengan cepat menuju belakang sekolah utnuk bertemu dengan Yuma.

“Riisa” Pangilnya. Aku tersenyum dan menghampirinya.

“Yuma-kun. Ada apa? Kau ingin bicara apa?” Tanyaku penasaran.

“Aku butuh bantuanmu” Ucapnya singkat.

“Un, nani?

“Aku butuh buku yang tersimpan didalam sumur emas didekat rumahmu. Buku petunjuk agar aku bisa kembali keduania ku. benua manusia” Jelasnya sambil berbisik

Tepat dugaanku, Yuma memang manusia. Dan Okaasan salah, manusia itu ada, buktinya aku sedang berbicara dengan seorang manusia saat ini.

“Ka. Kau manusia?” Tanyaku bingung

“Un. Kau tak bisa melihat engsel apapun kan dalam tubuhku. Karena aku itu bukan bangsa mu. Aku itu bangsa manusia” Jelasnya lagi.

“tapi... tapi bagaimana kau bisa masuk kedalam sini? Kenapa bisa ada?” aku bingung sejadi-jadinya. Aku tak mengerti mengapanya semua bisa terjadi seperti ini.

“Saat aku sedang membaca buku disatu perpustakaan di dunia manusia. Aku melihat buku bergambar berjudul Pinokio No Sekai, lalu aku baca buku tersebut, pada awalnya tak terjadi apa-apa. tapi saat aku membaca bagian hutan terlarang aku merasa begitu mengantuk dan aku tertidur. Begitu sadar aku sudah ada dihutan terlarang” Cerita Yuma panjang lebar.

“Lalu, bagaiman kau bisa tau kalau ada buku petunjuk di sumur emas?” Tanya ku bingung. Sumur emas adalah sumur biasa, sumur itu lama kosong. Dinamakan sumur emas karena kata Okaasan dulunya sumur itu mengeluarkan cahaya seperti emas.

“Kore. Pinokio no sekai. Bukunya ikut bersamaku.” Yuma menunjukkan buku tersebut, buku dengan tulisan “pinokio no sekai” disampulnya.

Perlahan ku buka buku tersebut, satu persatu ku lihat. Ini memang dunia kami “Ini sekolahku” teriakku saat melihat sekolahku ada didalam berita.

“Ah, maka dari itu aku bisa menunggumu didepan sekolah tadi” Jelasnya.

“Souka, aku akan membantumu. Aku akan bicarakan pada Okaasan”

“Chigau. Jangan bicarakan pada siapapun” cegahnya.

Okaasan menyuruhku jika ada masalah sekecil apapun aku harus menceritakan padanya, karena keterbukaan diantara anggota keluarga itu sangat diperlukan karena akan membuat komunikasi antar anggota keluarga terjalin dengan baik.

“Tapi…”

“Tapi apa Rii-chan?” Tanyanya memanggil dengan ma apanggilan yang sembarangan dibuat.

“Tapi, kita harus menceritakan hal ini pada Okaasan dan Otoosan. Aku yakin dia bisa membantumu. Lagi pula aku tidak tau bagaimana aku bisa membantumu kalau aku menutupi hal yang ku kerjakan. Itu sangat sulit. Aku tak bisa berbohong pada Okaasan dan Otoosan” Jelasku.

Yuma sejekan terdiam, wajahnya tampak seperti sedang berpikir dengan keras. “Baiklah, tapi hanya pada Okaasan dan Otoosanmu, rahasiakan ini pada siapapun. Hanya pada keluarga mu saja. Ku mohon bantu aku”

Aku mengiyakan. Lalu Yuma mengantarku pulang. Untuk pertama kalinya aku merasa doki-doki saat berada didekat lelaki, padahal aku dekat dengan Yugo-kun dan Kamiyama senpai, tapi tak pernah aku merasa doki-doki seperti ini. Mungkin aku jatuh cinta.

An adventure begins,

Adventure to find the way to home,

And an adventure to find your heart.

“Kyyaaa~ Yuma-kun. Mari masuk” Sambut Ichiko saat kami berdua sampai dirumah.

“Tadaima” Seruku datar lalu keletakkan tasku di atas sofa kecil diruang tamu.

“Okaasan. Aku ingin berbicara. Berdua” Sapaku pada Okaasan.

“ne, Riisa. Ada apa?” Tanyanya.

Kuceritakan semuanya yang dialami oleh Yuma. Semua hal tanpa ku tutupi sekecil apapun termasuk perasaanku pada Yuma. Aku merasa menyukainya, walau aku sendiri merasa malu untuk mengungkapkannya. Tapi aku yakin kalau Okaasan bisa mengerti, karena perasaan suka itu wajar untuk kaum muda sepertiku.

“Souka, Yuma-kun. Apa yang bisa kami lakukan untukmu?” Tanya Okaasan sambil menghampiri Yuma yang sedang berbincang-bincang dengan Ichiko.

“Anou, aku akan masuk kesumur emas samping rumah kalian. aku hanya butuh izin” Ucap Yuma dengan berani, dia memiliki keninginan yang kuat untuk kembali keduanianya.

“Kau boleh tinggal disini sampai bisa menemukan cara untuk pulang” Seru Okaasan dengan lembut.

Aku tak menyangka Okaasan mengizinkan Yuma tinggal sementara dirumah kami, Okaasan tau kalau Yuma pasti tidak punya tempat tinggal selama dia terdampar di dunia kami. dan tanpa basa-basi Yuma mengiyakan tawaran itu.

“Eh, ada Yuma-kun” Otoosan datang mengagetkan kami semua. Okaasan menyambutnya dan mengambil tas Otoosan. Sekarang giliran Otoosan yang duduk disebelah Yuma.

Yuma menceritakan semuanya yang terjadi dihadapan Otoosan aku dan tentunya Ichiko, mungkin ini semua jawaban dari rasa penasaran Ichiko, beberapa detik setelah Yuma menceritakan hal yang sedang dia alami, wajah Ichiko seperti patung yang berekspresi kaget. Lucu sekali hingga membuat kami semua tertawa. tak lama Okaasan memanggil kami untuk makan malam.

“Yuma-kun, kau bisa tidur dikamar tamu” Ucap  Okaasan saat aku akan memasuki kamarku.

“Un, Doomo arigatougozaimasu” balasnya.

Yuma sempat tersenyum padaku sesaat sebelum aku memasuki kamar, senyum manis yang belakangan ini selalu saja menghiasi hari-hari ku, aku merasa benar-benar menyukainya. Entah bagaimana nantinya. Untuk saat ini aku hanya ingin merasakan keindahan jatuh cinta.

=====================================================================================

Pagi ini Yuma bangun dari siapapun dirumah ini, setelah itu aku bangun dan melihatnya sedang duduk disofa yang ada didepan tv. Dia tidak menyalakan tv, hanya merenanung. Pagi ini masih jam 6, biasanya penghuni rumah masih tertidur lelap, tapi hari ini netah mengapa aku ingin bangun pagi sekali.

“Kau sedang apa Yuma-kun?” Tanyaku dan duduk disebelahnya.

“Rindu” ucapnya singkat.

“Rindu? Pada siapa?”

“Okaasan, Otoosan, Neechan”

“Neechan. Kau punya kakak perempuan? Enak ya. Aku malah punya adik perempuan yang menyebalkan”

“Soune, Nana-Neechan mempunyai sifat sepertimu, dan aku sangat menyayanginya. Seandainya ada wanita seperti Nana-neechan aku akan menikahinya”

Ucapan Yuma yang tadi, membuatku serasa terbang kelangit ketujuh dan menari bersama bidadari kecil yang indah. “Eh? Jadi kau?” Tanya ku bingung.

“Ya, aku merindukan Nana-Neechan, terlebih kau mirip sekali dengannya. Sifatmu sangat mirip dengannya” katanya sambil menyenderkan tubuhnya dikepala sofa.

“Soune, ku kira apa” Balasku datar. Ternyata Yuma hanya mengingat Neechannya, dia sama sekali tidak memiliki rasa padaku. Ah, aku ini bodoh, mana mungkin Yuma mau menyukai ku.

“Kalau aku menyukaimu, aku akan membawamu ke dunia manusia, apa kau mau?” Tanyanya lalu menatap kearahku, terang saja aku tak mampu menatapnya.

“Eh? Apa maksudmu?”

“Ohayou, kalian sedang apa disini” Tiba-tiba Okaasan mengagetkan kami.

“Ohayou” Lanjut Otoosan yang berdiri tepat dibelakang Okaasan. Mungkin percakapan kami terlalu berisik, sehingga membuat Okaasan dan Otoosan terbangun pagi sekali.

Karena sudah terlanjur terbangun kami melanjutkan aktivitas kami seperti biasa. Hari ini Yuma akan mencoba turun ke dalam sumur emas.

“Ittekimasu” Teriakku bersamaan dengan Otoosan dan Ichiko. Dan kami pun kembali ke pekerjaan kami masing-masing.

=====================================================================================

DIN POV

“Yuma-kun, kau akan mencoba masuk kedalam sana? Apa kau yakin?” Tanya ku pada Yuma yang sedang mempersiapkan tali dan perlengkapan lainnya untuk memasuki sumur emas yang ada didekat rumah kami.

Aku sebenarnya ingin sekali melarang anak laki-laki itu untuk masuk kedalam sumur emas tersebut, sumur tersebut sangat berbahaya untuk anak seumuran Yuma. Tapi niat Yuma terlalu besar sehingga membuatku merelakan dia untuk melakukan perjalanan kedalam sumur itu.

“Iya. Aku ingin segera pulang” Jawabnya, lalu anak itu melangkahkan kaki menuju luar rumah kami.

Tidak semudah yang kau bayangkan Yuma, untuk kemabli kedunia manusia bukanlah hal yang mudah. Akan ada banyak haling rintang yang akan kau hadapi, aku hanya bisa membantumu dengan doa. Karena sebenarnya kau tidak memerlukan siapapun untuk kemabali keduani mu, kau hanya membutuhkan dirimu sendiri.

Yuma mulai menurunkan tali kedalam sumur emas. Sumur itu sangat panjang aku pun tak pernah melihat dasar sumur itu. Kini anak itu mulai menuruni tali tersebut dengan perlahan. Aku terus menerangi sumur itu dengan lampu sederhana dari atas sumur.

“Hati-hati Yuma-kun” Teriakku dari bibir sumur.

“Un, arigatou” Suara Yuma mulai menggema, Tanya dia sudah mulai jauh turun kedalam sumur tersebut.

=====================================================================================

YUMA POV

Aku menuruni tali panjang ini perlahan. Senter yang ku pinjam dari Tego hanya ada satu. Keluarga Tegoshi benar-benar sederhana, tetapi kebaikan mereka membuat aku senang berada diantara mereka, terlebih Din Okaasan sangat baik, masakannya juga enak. Ichiko juga lucu, selama ini aku ingin mempunyai adik yang menyebalkan tapi aku malah menjadi adik yang menyebalkan. Dan satu lagi. Aku rasa aku menyukai Riisa, dia baik sekali. Sifatnya sama seperti Nana-Neechan. Membuat aku betah berlama-lama berada didekatnya.

Setelah kira-kira 15 meter aku menuruni tali ini, aku dapat melihat dasar sumur ini, siapa sangka, sumur yang terlihat kecil seperti ini mempunyai dasar yang dalam sekali. Keadaan semakin gelap, aku hanya bisa melihat kalau didepanku ada sebuah terowongan yang mungkin panjang juga. Aku mulai melangkahkan kaki ku, tiba-tiba aku menginjak sesuatu. Aku meninjak ekor.

“Kyaaa. Ulaaarrrr” Teriakku. Ku ambil pedangku dank u tebaskan pada tubuh ular besar itu. Ular itu sama sekali tidak melakukan perlawanan. Ku tebaskan ular tersebut terus menerus dan akhirnya ular itu lemas. Tapi sepertinya ular itu tidak mati. Ku tancapkan pedangku dikepalanya. Dan ular itupun menutup matanya, aku rasa ular itu sudah mati.

Aku melihat sebuah buku bersampul emas tepat berada disamping ular tersebut, dan aku membukanya.

“Tulisan macam apa ini?” Aku menggaruk kepalaku, aku sama sekali tidak bisa membaca buku itu, buku itu ditulis oleh tulisan aksara, tapi aku tidak mengerti membacanya. Ku rasa ini buku petunjukku untuk menemukan jalan pulang.

Aku memanjat tali tersebut sampai aku menemukan bibir sumur itu. Ku lihat Din Okaasan masih dengan setia menunggu ku disana.

“Aku kembali Okaasan” teriakku.

“Yokatta. Kau selamat” Seketika aku mendapat pelukan dari Din Okaasan. Pelukan hangan seorang ibu, aku jadi benar-benar merindukan Okaasan disana.

“Arigatou na. aku pergi berapa lama? Ini sudah malam?” Tanyaku bingung dengan keadaan gelap dilangit hari ini.

“Kau pergi dari pagi tadi, sekarang sudah pukul 8 malam. Sebaiknya kau segera makan dan beristirahat” Perintah Din Okaasan. Dia juga memiliki sifat seperti Okaasan ku, sangat memperhatikanku.

“Kyyaaaaaaa~~ Yuma-kun, kau berhasil menadapatkan bukunya?” Tanya Ichiko menyambutku dengan senyuman hangat. Dan Riisa disisinya tersenyum bangga melihat ku kembali dengan mambawa buku tersebut.

Aku duduk disofa setelah kami semua makan malam, Tiba-tiba Tego Otoosan menghampiriku. Dia duduk disebelahku.

“Kau hebat ya Yuma-kun, kami akan mendukungmu” Ucapnya memberiku semangat. Sosok Tego sebagai lelaki membuatku iri, dia bisa sekeren itu.

“Tapi… aku sama sekali tidak bisa membaca buku itu” Jelasku to the point.

Memang, sejak aku membuka buku tersebut, buku itu sama sekali tidak bisa aku baca. Aku tidak mengerti aksara-akasara yang tertulis didalam buku tersebut. Terlebih banyak gambar-gambar yang juga tidak aku mengerti.

“Rii-chan, kemari” Panggil Tego Otoosan pada Riisa. Selang beberapa detik Riisapun menghampiri kami, kemudian dia duduk di hadapan kami.

Riisa mengambil buku yang sedari tadi aku pegang. Buku penuntunku menuju dunia ku kembali. Buku yang penuh teka-teki.

“Taring ular emas,akar penjerat,pedang naga,dan…… Cinta” Ucap Riisa ketika dia membuka halaman pertama buku tersebut.

Aku benar-benar bingung, aku tak mengerti apa yang dimaksud oleh Riisa, Tego Otoosan hanya tersenyum melihat Riisa. Aku benar-benar bingung saat ini.

“Pedang mu itu, pedang naga bukan? Kalau begitu kau hanya perlu mengambil taring ular naga, akar penjerat. Dan…. Aku tak mengerti maksud dari ‘cinta’” Ucap Riisa sambil terus membuka-buka buku tersebut. Sepertinya dia bisa membaca buku tersebut. Aku sebenarnya bingung kenapa dia bisa membacanya dan kenapa aku tidak bisa. Ah, tapi sudahlah, untung aku sudah punya penerjemah.

“Aku tinggal sebentar ya” Ucap Tego Otoosan tiba-tiba. Dan meninggalkan kami berdua. Sebenarnya aku agak ragu dengan pedang ini, tapi pedang ini benar-benar aku dapatkan dari seekor naga baik penunggu hutan terlarang. Dan maksud dari taring ular emas sepertinya taring dari ular yang ku temui di sumur emas tersebut, akar penjerat adalah akar yang tumbuh banyak dihutan penjerat, lalu… maksud dari ‘cinta’ itu apa?

=====================================================================================

AUTHOR POV

“Din, kau melihatnya? Riisa bisa membacanya. Dia memang….” Tego menggantungkan kalimatnya saat tiba-tiba dia melihat Ichiko melintas dihadapan mereka.

“Un, aku mengerti. Tego, apa kau akan ke…”

“Okaasan, Otoosan. Aku boleh Tanya sesuatu?” Din menghentikan kalimatnya saat Ichiko benar-benar berada dihadapan mereka berdua.

Din menarik tubuh Ichiko kedalam kamar mereka, membiarkan Ichiko bertanya didalam kamarnya, dan tentunya Din dan tego ingin kalau Riisa dan Yuma mersa terganggu.

“Anou, Okaasan, apa bisa Yuma-kun kembali keduanianya?” Tanya Ichiko layaknya anak kecil yang tidak bisa berpikir padahal umurnya sudah cukup besar.

“Mari kita lihat nanti” Jawab Tego santai.

Ichiko menyerengitkan dahinya, merasa dia belum mendapat jawaban yang sesungguhnya dari mulut Din ataupun Tego.

“Maa. Kau kan harusnya tidur Ichi-chan. Ini sudah cukup malam. Besok kau bisa telat loh” Sindir Din pada Ichiko.

Tanpa banya bicara Ichiko yang sangat takut pada Din itu menuruti saran Din, Ichiko bukan takut padanya karena Din suka galak atau seperti apa, Ichiko selalu merasa kalau Din dan Tego lah yang harus benar-benar dia patuhi, tanpa mereka mungkin Ichiko dan Riisa tidak akan bisa seperti ini.

“Yuma-kun, aku tinggal tidur ya. Oyasumi” Ucap Riisa lalu meninggalkan Yuma yang sepertinya terlihat lelah.

“Oyasumi” ucap Yuma. Sebenarnya Yuma masih memikirkan apa-apa saja yang harusnya didapatkan oleh dia untuk dapat kembali kedunianya. Satu hal yang masih dia pikirkan adalah ‘cinta’ apa maksud dari clu yang satu itu.

“Jangan terlalu dipikirkan, kau akan menemukannya perlahan. Oyasuminasai” Seru Tego dari kejauhan dan mematikan lampu diruang tengah.

Perlahan Yuma membaringkan tubuh sofa kecil itu, dia memang suka duduk disana. Dan perlahan matanya yang terlalu lelah tertutup.

=====================================================================================

“Ittekimasu” Riisa dan Ichiko lari berbarengan, Yuma sendiri hanya menatap kepergian mereka kesekolah.

“pasti menyenangkan bisa kembali kesekolah. Aku merindukan sekolahku” Batin Yuma bergeming.

Tak lama Tego menghampiri Yuma. Hari ini Tego mengambil cutik kerja karena sudah berjanji akan membantu Yuma mendapatkan syarat-syarat yang harus dia miliki untuk dapat membuka porta menujud dunia manusia.

“Yuma-kun, kita akan kemana terlebih dahulu?” Tanya Tego.

“Hmmm, aku akan turun kebawah dan mendapatkan sendiri taring emas itu. Mungkin setelahnya aku akan mengambil akar penjerat di hutan” Jelas Yuma.

“Aku yang ambilkan. Percaya padaku. Doakan aku kembali dengan keadaan yang baik-baik saja”

Tego menyiapkan barang-barang bersama Yuma, diam-diam Din memperhatikan dua orang laki-laki yang sedang akur diharapannya itu.

“kau juga pergi Tegoshi?” Tanya Din, lalu menghampiri Tego yang bersiap dengan beberapa pisau ditangannya.

“Kami membagi tugas, aku akan kehutan terlarang mengambil akar penjerat, lalu Yuma akan turun ke sumur emas mencari ular itu” Jelas Tego.

Wajah Din seketika memucat, timbul kekhawatiran dari batinya, dia takut kalau sesuatu hal yang tidak diinginkan terjadi pada Tego.

“Aku akan baik-baik saja. Percayalah Din, aku tak pernah mengingkari janji ku padamu kan? Aku akan kembali” Ucap Tego mencoba menyakinkan Din.

“Anou, aku akan keluar jika kalian akan berbicara serius” Tegur Yuma karena sadar pembicaraan antara Tego dan Din semakin jauh.

Tanpa komando Yuma langung melangkahkan kaki, menuju petualangannya mancari taring ular yang hidup dibawah sumur emas tersebut.

“Aku tak dapat membayangkan jika terjadi sesuatu padamu. Aku tak akan bisa hidup tanpa mu Tegoshi” Air mata din menyeruak, suaranya benar-benar terdengar lirih, keberadaan tego memang sangat penting untuk kehidupan Din.

Tego mencium kening Din, “Aku berjanji akan kembali dalam keadaan baik-baik saja” bisiknya. Lalu diangkatnya sebuah tas besar yang sudah Tego persiapkan.

“Aku akan kembali sesegera mungkin. Ittekimasu” Tego melambaikan tangan pada Din, walau rasanya berat, Din merelakan Tego, Din tau selama ini pun Tego tidak pernah mengingkari janjinya pada Din, itu yang membuat Din percaya padanya.

Din menarik napas panjang, tempat yang paling Din suka saat seperti ini adalah rumah Opi sahabatnya itu. Opi baru beberapa bulan menikah dengan Sho, mereka masih belum mempunyai anak, Sho yang sibuk bekerja membuat Opi sering meminta Din untuk menemaninya. Terkadang Opi juga meminta Ichiko dan Riisa yang menemani.

Din menggnati bajunya, dia bergegas menuju rumah Opi, ingin sekali dia mencurhakan rasa yang sedang dia alami, terkadang seseorang yang sudah dewasa juga masih membutuhkan seseorang yang bisa menasehatinya.

Jam sudah menunjukan pukul 15.00 sebenarnya ini sudah sangat sore, bahkan mungkin sebentar lagi anak-anak pulang sekolah, tapi perasaan Din sudah sangat kacau, dia membutuhkan Opi dengan segera.

Din melangkahkan kaki menuju rumah Opi, dan sekita 15 menit Din telah sampai dirumah sederhana milik Sho dan Opi.

“Din, kau kenapa?” Opi terkaget melihat Din yang berlinangan air mata.

Tak segan Din untuk segera memeluk Opi dan bersandar dibahunya. Mereka memang sudah bersahabat sejak lama.

“Aku takut kalau Tego pergi. Sepertinya dia jadi bersemangat untuk membantu Yuma menemukan jalan pulang. Aku takut Opi-chan” Ucap Din.

“Yuma? Siapa dia? Jalan pulang kemana?” Tanya Opi bingung bukan kepalang.

“Yuma, dia anak manusia, dia masuk ke dunia kita, sama seperti Tego dulu. Saat Yuma berhasi menemukan buku tersebut, Tego menjadi sangat bersemangat membantunya. Aku takut kehilangan Tego”

“Soune, bukankah dulu Tego juga behasil menemukan buku dan keempat syarat lainnya? Tapi saat syarat keempat dia memilihmu bukan? Apa itu belum cukup untuk membuktikan kalau Tego jelas lebih memilihmu dibanding dengan kehidupannya?”

Air mata Din semakin deras, dia ingat betul bagaimana dulu Tegoshi Yuya, seorang anak manusia yang sering menjahilinya saat Din akan pulang sekolah. Saat Tego meminta bantuan pada Din untuk menemukan jalan pulang ke benua manusia. Dan saat dimana Tego menyatakan sukanya pada Din, dan saat dimana Tego lebih memilih Din dibanding dengan kehidupannya di dunia nyata.

“Tapi, aku takut Opi, aku sangat takut kehilangannya” Ucap Din lagi. Dia tetap merasa kalau Tego akan kembali kedunia manusia.

“Percayalah pada Tego. Aku yakin dia akan lebih memilihmu. Din yang cantik, kau jangan bersedih ya. Kita do’akan saja Tego kembali dengan selamat” Nasehat Opi lagi.

Kini Din menyeka air matanya, lalu dia menarik nafasnya dalam dalam. Dia mencoba membuat dirinya tenang.

=====================================================================================

The three of clue is clear,

I can’t understand the 4th clue.

LOVE? WHAT THE MEAN?

“Tegoooooo” Teriak Din menghampiri Tego yang bajunya benar-benar kotor oleh lumpur dan daun-daun yang lengket ditubuhnya. Din langsung menghambur kepelukan Tego.

“Aku tepati janji ku kan? Kau ini langsung peluk-peluk saja. Baju mu jadi ikutan kotor juga kan” Ucap Tego sambil terkekeh. Tak terasa sesuatu membasahi dada Tego, Din memangis, karena bahagia tentunya.

“Otoosan” Teriak Riisa dan Ichiko, mereka tersenyum menghampiri ayah tirinya itu dan Riisa membantu membereskan barang yang dibawa oleh Tego.

“Ichi-chan, tolong siapkan air. Otoosan mau mandi” Seru Din pada Ichiko.

Ichiko lalu menyiapkan air yang mengalir langsung dari sumber air panas di daerah situ.

“Yuma-kun belum kembali Otoosan. Aku sedikit mengkhawatirkannya” Seru Riisa sambil memberikan Ocha yang dia buat untuk Tego.

“Sedikit? Kau yakin?” Ejek Tego.

Wajah Riisa terlihat memerah karena pertanyaan yang dilontarkan oleh Tego barusan. Wajahnya kini tertunduk dalam-dalam.

“Kau menyukainya kan?” Tanya Tego to the point menggoda Riisa.

“Anou, E.. Otoosaaannn. Baka Janai yo” Ucap Riisa dalam tunduknya. Dia benar-benar bukan orang yang pandai untuk menyembunyikan perasaannya.

“Jujur saja” Desak Din bergabung dengan Riisa dan Tego.

“Eh? Okaasan. Kalian ini. Ihhhh” Ucap Riisa kesal. “Iya, aku menyukainya. Jangan bilang-bilang pada Ichiko dan Yuma. Hazukashii na”

“Aku mendengeranya kok Riisa-Neechan” teriak Ichiko dari arah kamar mandi.

Wajah riisa kini benar-benar terbakar oleh rasa malu yang menyelimutinya, sementara Din dan Tego hanya bisa terkekeh melihat tingah anak angkatnya yang sudah mulai mengerti cinta.

Waktu semakin malam, tak terasa rasa kantuk telah menyelimuti penghuni rumah tersebut, mereka masih menunggu Yuma yang tak kunjung kembali dari perjalanannya mencari taring tersebut.

“Aku tidur duluan. Sudah sangat lelah” Ichiko bangit dan segera menuju kamarnya, wajar saja, waktu sudah menunjukan pukul 1 dini hari.

Din, Riisa dan Tego masih tetap setia menunggu Yuma, tapi beberapa menit kemudian Din dan Tego sudah tak dapat menahan lagi kantuknya. Keduanya tertidur di sofa ruang tamu dalam posisi duduk, sementara mata Riisa masih terbelalak lebar menanti Yuma pulang.

Krreeeeekkkkk….

Pintu itu terbuka. Sosok Yum muncul dibaliknya “Tadaima”

Dengan cepat Riisa memeluk Yuma “Okaeri. Aku menghakwatirkanmu. Kau mendapatkannya?” Tanya Riisa sambil masih terus memeluk tubuh Yuma.

Yuma menangguk dan membalas pelukan Riisa. “Urusai ne. Okaasan dan Otoosan mu sedang tidur” Ucapnya dengan manis.

Riisa hanya tersenyum malu melihat orang tua angkatnya tertidur bersama, Din bersandar dibahu Tego, manis sekali.

“Ikut aku” Ucap Yuma lalu menarik tangan Riisa.

“Kemana?” Tanya Riisa bingung.

Yuma tak memperdulikan Riisa, dia terus membawa Riisa kedapur, “Aku lapar. Temani aku makan”

Riisa tersentak bingung, lalu tertawa sambil menutup mulutnya. “Jangan berisik. Kau tunggu dimeja makan saja. Biar aku siapkan. Kau pasti lelah kan?” Perintah Riisa menyuruh Yuma meninggunya di meja makan.

Yuma menggeleng “Aku mau menyiapkan bersama mu” Ucapnya membuat Riisa tertunduk malu.

“Aa. Sudah sana”

“Tidak mau” Yuma keras kepala tidak mau pergike meja makan.

“Atau aku tak mau menemanimu makan?” Tanya Riisa mengancam.

“Eh? Baiklah… tapiiiii”

Yuma memeluk tubuh Riisa dan mencium pipinya, membuat wajah Riisa memerah. Setelah Yuma melepaskan pelukannya, lelaki bertubuh tinggi dan tegap itu segera meninggalkan Riisa didapur, membiarkan pinokio kecil itu menyiapkan masakan untuknya.

“Kau harus tidur Yuma-kun” Seru Riisa sesaat setelah cucian piring itu bersih dari kotoran bekas makanan mereka berdua.

“Un, Oyasuminasai” Balas Yuma lalu menutup tubuhnya dengan selimut yang selalu tersedia dikamar tamu itu.

Riisa tak segera beranjak dari depan pintu kamar tersebut, dia masih memandangi kearah kamar yang sduah gelap.

“Yuma-kun itu cinta pertamaku” Riisa membatin, dia masih terus menatap kosong kearah kamar itu, kamar yang hanya terlihat hitam gelap karena lampunya dimatikan.

Riisa memang jatuh cinta, tapi dia sendiri merasa salah menempatkan cintanya. Dia mencintai seorang manusia, bukan sebangsanya.

“Satukan keempatnya dihadapan perbatasan hutan terlarang saat bulan purnama. Setelah itu bawakan sebuah kasih cinta murni maka kau akan kembali ke dunia mu” Riisa membaca sambil mengerutkan dahinya, terlihat bingung.

“Bulan purnama? Nanti malam?” Ucap Ichiko

“Cinta murni? Maksudnya apa?” Tanya Yuma yang masih tidak mengerti.

Din dan Tego membiarkan Yuma untuk berpikir sendiri. Sebenarnya, sudah dari sejak Din bertemu dan tau apa masalah Yuma, Din sudah bisa memebak bagaimana kelanjutannya.

Tak lama mereka semua besiap untuk kepulangan Yuma, Yuma sendiri merasa senang karena dia bisa segera pulang. Tapi dihati kecil Yuma dia masih bingung karena belum mengetahui syarat ke-4.

=====================================================================================

Bye, We cant meet again.

I just wanna you know. You are my frist love.

RIISA POV

“Kyaaa. Yuma-kun, kau akan segera kembali ya? Kau meninggalkan aku ya?” Ichiko merangkul tangan Yuma yang sedang sibuk dengan persiapannya. Aku tersenyum melihat tingakh Ichiko.

Beberapa jam lagi, mungkin aku tak akan bertemu dengan Yuma-kun lagi. Rasanya memang menyesakkan. Aku menyukainya. Tapi aku malu untuk mengungkapkannya. Lagi pula sepertinya Yuma-kun tidak punya rasa padaku. Dia lebih memilih dunianya. Itu sudah sangat jelas terlihat. Ah sudahlah.

“Maa ne, aku tidak akan melupakan mu kok Ichiko” Ucap Yuma sambil mengelus rambut Ichiko dengan kasih. Aku sama sekali tidak merasa cemburu, karena aku tau itu hanya perlakuan sayang seorang kakak pada adiknya.

“Yo, Yuma-kun. Jangan lupakan kami ya. Dan jangan ceritakan pada siapapun nantinya” Seru Otoosan lalu memberikan sebuah gelang yang dia buat. Otoosan memang sering membuat sesuatu yang unik.

“Kami akan menemani mu sampai kau bisa benar-benar pulang Yuma-kun” ucap lembut Okaasan.

Yuma tersenyum menatap kearah kami semua. Lalu membungkuk dengan dalam “Doomo Arigatougozaimasu” ucapnya.

Aku tersenyum, tapi dada ku terasa sangat-sangat sesak, aku ingin mengatakannya. Tapi sungguh aku tak bisa. Yuma-kun, bisa kah kau membaca isi hatiku, aku ini menyukaimu.

=====================================================================================

AUTHOR POV

Malam ini bulan purnama terasa terang menyinari bumi, sinarnya begitu indah dipandang mata, mungkin saat ini semua orang banyak yang berbahagia karena bulan purnama bersinar begitu indah, namun tidak dengan Riisa.

“Satukan semuanya” Ucap Tego, lalu diikuti dengan gerakan Yuma yang menyatukan ketiga barang tersebut. Riisa menatapnya, dan lagi-lagi dadanya terasa lebih sesak dari biasanya.

Tiba-tiba saja angin kencang datang menerpa mereka, lalu hujan deraspun seiringan datang. Dari kejahuan ada cahaya kecil yang perlahan mendekat dan semakin besar.

“Aku harus pulang sekarang” ucap Yuma tanpa basa-basi lagi.

Yuma berpamitan pada Ichiko, Okaasan dan Otoosan. Terdengar sama suara tangis Ichiko, bagi Ichiko Yuma sudah dia anggap seperti kakanya sendiri.

Begitu juga dengan Din dan tego, mungkin mereka sudah mengaggap Yuma sebagai anaknya sendiri.

“Tego, apa kau akan ikut bersama Yuma-kun?” Tanya Din tiba-tiba.

Tego terlihat bimbang. Lalu dia tersenyum. “Tentu tidak Din, aku akan disini, bersama mu dan anak-anak kita”

Air mata Din terasa deras mengalir. Tego dulunya adalah manusia. Tapi beberapa hati sebelum Tego bisa kembali ke dunianya dia jadian dengan Din, entah mungkin kekuatan cinta yang membuat Tego lebih memilih Din ketimbang kehidupannya di dunia nyata. Sampai saat ini pun Tego tak prnah membuat Din kecewa. Tego benar-benar menjaga cintanya untuk Din.

“Kita tak akan bisa bertemu lagi ya Yuma-kun” Ucap Riisa sambil tersenyum, walau sebenarnya Riisa juga sudah menangis, tapi air matanya tersamaprkan oleh air hujan yang membasahi wajahnya.

“Un, Anou, Riisa-chan. Gomen ne. Rii-chan Kimi ga suki” Ucap Yuma. Ditengah derasnya hujan. Yuma memeluk Riisa, dan sepertinya Yuma juga memangis untuk hal itu.

“Atashi mo” Bisik Riisa lirih.

“Ikutlah denganku” Ajak Yuma sambil menggenggam tangan Riisa

Riisa dengan yakin menggeleng “Aku tak bisa meninggalkan Okaasan,Otoosan dan tentunya Ichiko. Mereka sebagian dari hidupku”

“Tapi, aku benar-benar menyukaimu. Aku berjanji tak akan membuat mu kecewa. Ikutlah denganku. Onegaishimasu” Yuma mencoba meyakinkan Riisa lagi.

Dan lagi-lagi Riisa menggeleng.

“Rii-chan, kau sangat menyukainya kan? Ikutlah dengan Yuma-kun. Berjanjilah saat bersama Yuma kau harus selalu bahagia” Ucap Din sambil memeluk anak angatnya itu.

“Kami akan bahagia jika kau bahagia. Percayalah” Tambah tego.

“Sou desu ne. kau kan pernah bilang saat pertama kali kita menonton dorama di TV. Kalau kau akan memngejar terus cinta pertamamu? Yuma-kun kan cinta peramamu? Kalau begitu ikutlah dengannya Nee-chan” Seru ichiko sambil memakaikan sebuah kalung ke leher Riisa.

Air mata Riisa semakin deras, dia menatap pada adik kandungnya itu. Lalu dipeluknya tubuh Ichiko dengan erat. “Kau tau tidak Ichi-chan. Aku membencimu karena kau anak yang nakal. Tapi kau itu satu-satunya harga yang sangat berharga dalam hidupku. Jangan nakal lagi. Kau harus jaga Okaasan dan Otoosan” ucap Riisa. Dan tangispun semakin tak dapat terbendung.

Riisa kini sudah berada dipeluk Din dan Tego. “Doomo atigatougozaimasu. Okaasan kau telah merawatku. Aku titip Ichiko ne. Otoosan. Jaga Okaasan dan Ichiko ya. Aku menyayangi kalian semua”

Yuma memeluk pinggang Riisa. Dan menggandegan tangannya. Riisa dan Yuma memasuki cahaya besar tersebut, lalu perlahan cahaya itu menghilang seiring dengan kepergian mereka.

=====================================================================================

Itsumademo, zutto kimi ga suki

#3 Tahun kemudian#

“Doushita?” Tanya Yuma sambil memeluk tubuhku dari belakang. Aku tinggal diapartemen yang dipersiapkan Yuma, sering kali Yuma kesini, kami akan menikah saat umur kami sudah cukup. Hari ini aku benar-benar merasa kalau aku merindukan Ichiko, Okaasan dan tentunya Otoosan.

Aku menggeleng, “Daijoubu. Aku membuat takoyaki, kau mau ku buatkan?” Tanya ku mengalihkan perhatiannya.

“Boleh. Yang banyak ya. Aku kan suka” Serunya sambil membututiku ke arah dapur.

“Kau mengingat mereka ya?” Tanya Yuma menebak. 3 tahun sudah aku didunia ini, dan aku juga sudah berubah menjadi manusia. Tak ada satupun baut atau engsel yang melekat ditubuhku. Selama itu juga Yuma senantiasa membuatku semakin tenggelam didalam cintanya. Semakin hari Yuma semakin mengerti perasaanku, semakin hari juga aku semakin menyayanginya. Terkadang dia memang baka, tapi itu membuat hubungan kami menjadi lebih seru.

Saat aku termenung sendiri Yuma sudah tau apa yang aku pikirkan. Aku pasti sedang ingat pada mereka, ya, mereka. Ichiko, Okaasan dan Otoosan. Aku sering sekali merindukan mereka. Tapi apa daya aku sama sekali tidak dapat berkomunikasi pada mereka.

“Tersenyumlah untukku dan untuk mereka. Kau berjanji akan bahagia kan?” ucap Yuma mencoba menghiburku.

Aku tersenyum sedikit. “Arigatou na” ucapku.

“Aku mau kau selamanya ada disisiku. Awas saja kalau kau berani meninggalkan ku” Ucapnya sambil memasang muka masam.

Aku tertawa melihtanya. Begitulah Yuma, selalu membuatku terseyum dan melupakan kerinduanku. Aku janji pada mu Yuma, aku akan selalu ada disisi mu.

=========================END=====================

Otanjoubi Omedetou Yuuma-kun. Wish you all the best. I still love you~~~~~~~ Happy18 Yuuma.

I always support you. Please do the best for your fans ne. Hihihi

Kami-sama.. This is really bad fanfict ne minna?

Comment are love.

3 komentar:

  1. #ngakak

    uwoo~ mama berjanji tak akan meninggalkan papa yuma! XD *guling2~~
    haii omedetou ne papa,mama~ *plak

    ada typo maa, tapi
    ceritanya bagus dehXD
    tapi kasian din sama tego gk bisa punya anak -,-
    untung ada ichikoo~ :3
    maa suukii~

    BalasHapus
  2. iiiihhhh~ Tego romantis...sukaaa... *hug*
    hahaha..
    ceritanya manis, dan seperti biasa kalo fantasy kau paling juara...hahaha~
    good job.... :)

    BalasHapus
  3. Gyaaaa kerennnnn. Suki suki suki :D walaupun baka banget saya disitu, demo, saya suka ceritanya :D

    BalasHapus

Thanks For Leave A Coment