Senin, 02 April 2012

Fanfiction 'I Wish You Here'

Title        : Jumping To My Heart ~I Wish You Here~

Author    : Dinchan Tegoshi

Type          : Multichapter

Chapter     : Nine

Genre        : Romance *apa lagi? :P*

Ratting    : PG

Fandom    : JE

Starring    : Okamoto Keito (HSJ), Yanagi Riisa (OC), other HSJ member~

Disclaimer    : I don’t own all character here.  Okamoto Keito and HSJ member are belong to Johnny’s & Association, Yanagi Riisa adalah OC yang aku pinjam. I just own the plot!! Hahaha~ it’s just a fiction, read it happily, and I do LOVE COMMENTS... please comments... Thanks.. ^^

Fiction buatan bunda DINCHAN TEGOSHI. Please open Din's Blog HERE Original post in HERE

BIG THANKS TO YOU BUNDAAA~~~~





“Kuliah hari ini selesai…” Dosen tersebut keluar setelah itu.



Keito menggeliat merasa sangat mengantuk karena ia harus kuliah setelah latihan berat tadi pagi.



“Aku duluan..” kata seorang teman pada Keito.



Ia hanya mengangguk pelan, membiarkan kepalanya direbahkan sekejap di meja. Ia kini tahu bagaimana rasanya menjadi Inoo Kei. Ternyata kuliah sambil bekerja itu memang cukup membuatnya lelah.



Tak lama, ruangan menjadi sangat hening karena semua mahasiswa dan dosen sudah keluar dari ruangan itu. Tapi Keito belum berniat meninggalkan ruangan itu, ia masih ingin bermalasan sebentar. Lagipula ia tak punya jadwal kuliah setelah ini.



Keito akhirnya beranjak, namun alih – alih keluar kelas, ia malah turun ke tempat dosen mengajar. Ia melihat sebuah ruangan di belakang mimbar tempat dosennya tadi mengajar. Karena penasaran, Keito membuka ruangan itu.



“Waaa..” seekor laba – laba menyapanya ketika ia masuk.



Ia terus berjalan ketika merasa pijakannya tidak mantap, sedetik kemudian ia merasa terjun bebas.



“Waaaaaaa!!!!”



BRUGH!



Pendaratan yang tidak mulus membuatnya sedikit kesakitan. Ia memperhatikan sekelilingnya. Ruangan yang sama dengan tempatnya kuliah tadi, namun ia merasa sedikit asing dengan tempat itu. Cat temboknya berbeda, bahkan mimbarnya pun terlihat sangat aneh, berbeda dengan yang biasa ia lihat.



“Kau baik – baik saja?” sebuah suara membuatnya menoleh, seorang gadis berdiri di hadapannya.



Keito hanya mengangguk canggung.



“Ayo..aku antar ke ruang pengobatan…tanganmu berdarah..” kata gadis itu lagi.



Ruang pengobatan?



Keito hanya ikut dengan gadis itu ketika melihat sekitarnya terlihat sungguh berbeda. Ini memang kampusnya, namun ia meras semuanya terlalu asing untuknya.



“Ayo masuk..”



Keito menurut, ia masih memikirkan apa yang salah dengan tempat ini?



Gadis itu mengeluarkan obat merah dengan plester. Lalu mengobati Keito yang terluka di lengannya.



“Namamu siapa? Aku tak pernah melihatmu di kampus ini…” kata gadis itu sambil membubuhkan obat merah di lukanya.



“Okamoto Keito desu…” jawab Keito.



“Aku Yanagi Riisa…” kata gadis itu, lalu setelahnya ia seakan mengingat sesuatu.



“Okamoto… kau kenal dengan gitaris Otokogumi?” tanya gadis itu memandang Keito.



Otokogumi?



Otaknya bekerja cepat. Tentu saja, itu kan band Ayahnya, mana mungkin ia tak kenal ayahnya sendiri?



“Maksudmu?”



Gadis itu menggeleng, lalu menempelkan plester yang sejak tadi ia pegang.



Keito masih bingung ketika matanya menangkap kalender yang ada di belakang gadis itu.



“Ini?” Keito berlari ke arah kalender.



“Kenapa Okamoto-san?”



“Sekarang tahun 1988??!!” teriak Keito kaget.



“Kenapa kau begitu kaget? Tentu saja tahun 1988…”



Keito seakan ingin pingsan, pantas saja ia merasa asing. Semua orang di sekitarnya memakai pakaian yang aneh, gaya rambut yang aneh, bahkan gadis di hadapannya juga.



Keito mengguncang bahu Riisa dengan sedikit keras, “Kau tidak bercanda kan??!! Tidak kan??!!” seru Keito.



“Aduh…sakit…” keluh Riisa.



“Ini 1988??!! 1988??!!”



Gadis itu hanya mengangguk. Keito mencubit dirinya sendiri, dan kini ia tahu ia tak bermimpi.



“Kenapa kau begitu kaget?” tanya Riisa lalu mengembalikan kotak P3K itu ke lemari di dekatnya.



Keito tak mampu menjawab dan masih bingung kenapa dia bisa terdampar di tempat yang sama sekali aneh dan tak pernah terpikirkan olehnya.



“Baiklah...tenang Keito...” pemuda itu seakan ingat kalau ia bawa ponsel, namun nihil. Sama sekali tak ada sinyal.



“Apa itu?” tanya Riisa mendekati Keito yang sedang mengeluarkan ponsel layar sentuhnya.



“Hah? Hmmm...”



Riisa mengambil barang yang menurutnya aneh itu lalu menggoyang – goyangkannya. Tepat saat itu sebuah suara muncul membuatnya kaget dan melemparkan ponsel itu.



“APA ITU?!!” mata Riisa membulat tak percaya, “Kenapa bisa keluar suara?! Benda aneh!!”



Kebetulan ponsel Keito itu jika digoyangkan maka MP3 nya akan langsung terpasang mode ‘play’. Sehingga yang keluar itu suara mp3 dari ponsel Keito.



Keito menggaruk kepalanya yang tidak gatal, “Hmm...ini ponsel...kau tahu? Keitai Denwa... Handphone... hmmm... Cell Phone?” ia berusaha menerjemahkannya kepada si gadis yang masih terlihat shock.



“Kau mahluk dari mana sih?! Ayo ngaku! Lihat saja... bajumu aneh...kau juga bawa barang mencurigakan!!” kini mata Riisa terlihat awas melihat Keito. Ia berfikir seharusnya sejak tadi ia lapor saja ke polisi.



“Tunggu!!” Keito berlari ke arah Riisa yang terlihat akan keluar dari ruang pengobatan itu.



“Jangan kemana – mana!!” Keito menahan bahu gadis itu, “Aku...aku...”



“Hah?!”



“Aku gak tahu harus kemana....” ucap Keito lirih.



============



Akhirnya Keito terdampar di kediaman Yanagi.



Riisa dengan berat hati membawa Keito ke rumahnya karena si pemuda tak tahu akan kemana.



Asing.



Ia tak pernah merasa Jepang se kosong ini. Ia biasa berjalan dengan lalu lalang berjubel orang, kini ia merasa Jepang sangat lengang. Gedung pencakar langit pun belum banyak, bahkan bisa dibilang sedikit. Ia juga merasa udara lebih bersih.



Ternyata rumah kediaman Yanagi adalah sebuah restauran masakan barat. Sehingga dari jarak berapa meter saja, wangi masakan sudah tercium dari tempat itu.



“Hahaha...lapar ya?” tanya Riisa ketika mendengar suara perut Keito berbunyi.



“Hah?” Keito menatap Riisa dengan gengsi, namun perutnya tak bisa kompromi. Akhirnya ia mengangguk.



“Baiklah... ayo makan dulu saja...”



Sebuah hidangan kari terhidang di meja tamu itu, beberapa saat setelah Riisa masuk ke dapur.



“Douzo...”



Keito mengangguk dan tanpa malu – malu melahap makanan itu.



“Jadi...kenapa kau ada disini?” tanya Riisa yang kini duduk di hadapan Keito.



Keito menggeleng, “Aku juga tak tahu. Aku berjalan ke belakang mimbar, lalu tiba – tiba saja aku seperti terperosok dan yah~ aku datang kesini...” jelasnya panjang lebar.



Riisa memicingkan matanya, “Tidak masuk akal... kau... otakmu baik – baik saja kan?”



“Aku juga rasanya bermimpi...tak mungkin aku ada disini kan kalau aku hanya bermimpi?” ucap Keito di sela – sela makannya.



“Hmmm... iya sih...tapi kalau kau memang terdampar disini... lalu dari mana datangnya?” tanya Riisa lagi.



Seakan ingat sesuatu, Keito cepat – cepat menghabiskan makanannya lalu menarik Riisa keluar dari restauran.



“Kita kemana?”



“Kampus!!” seru Keito sambil masih menarik tangan Riisa.



Iya. Dia akan mencari jalan keluar di balik mimbar itu lagi. Pasti semuanya akan menjadi normal jika ia bisa kembali ke tempat itu dan kembali jatuh lalu kembali ke waktunya.



“Cari apa?” tanya Riisa ketus ketika akhirnya mereka kembali ke ruangan kuliah.



Keito berlari ke mimbar dan membuka ruangan di belakangnya.



Namun tidak ada apa – apa. Malah ruangan itu bersih, berbeda dengan yang ia lihat di ruangan sebelum ini. Keito pun mencoba menjejak lantai berkali – kali, tapi sama sekali tidak ada reaksi.



“Sial!!” Keito keluar dengan wajah frustasi.



“Kau mau menghancurkan tempat itu, atau bagaimana?” keluh Riisa, “Ayo pulang! Atau kau mau disini saja?!”



Riisa berbalik dan meninggalkan Keito.



Ia tak punya pilihan selain mengikuti Riisa keluar.





“Gara-gara kau orang tua ku berfikiran kalau kau itu siapa-siapaku...” cibir Riisa sambil menyerahkan handuk ke Keito.



“Gomen...” jawab Keito lalu hendak masuk ke kamar mandi ketika ia melihat sebuah kamar terbuka.



“Wow... poster?” Keito mengurungkan niatnya masuk ke kamar mandi dan melongok sekilas ke kamar itu.



“Ngapain?! Bukannya kau mau mandi?!” seru Riisa.



Ternyata itu kamar milik Riisa. Keito masuk dan melihat-lihat kamar itu. Sebenarnya seperti kamar gadis biasanya, namun ia tertarik dengan kaset yang berjajar di meja.



“Kau suka Otokogumi?” tanya Keito yang melihat poster juga tergantung di kamar itu.



“Bukan urusanmu!!”



“Orang ini...” ia menunjuk ayahnya yang berpose sangat ‘keren’, “Ayahku... Kenichi Okamoto kan?”



Keito mengikuti pose itu sambil menatap Riisa.



“Muri!! Mana mungkin Ken-chan punya anak sepertimu?!! Sudah pasti bukan!!” protes Riisa.



“Ken...chan? wahahaha... lucu juga ternyata mendengar ayahku dipanggil seperti itu...” Keito memegangi perutnya karena terbahak cukup keras.



“Sudah sana pergi!!!” Riisa mendorong tubuh Keito keluar dari kamarnya dan mendorong pintu geser itu sesaat setelah si pemuda sudah diluar kamar.



==============



Keito terduduk di halte bis, melihat ke sekeliling dengan perasaan campur aduk. Bagaimana jika ia tidak bisa kembali? Padahal pastinya penggemarnya akan merindukannya.



“Keito Okamoto secara misterius menghilang...” mungkin kata – kata itu akan menjadi headline surat kabar.



Sudah dua minggu tanpa ada hasil sama sekali. Ia sudah mencoba mencari cara untuk kembali, namun hasilnya ia malah terus terluka karena melakukan hal – hal bodoh seperti menabrakan diri ke tembok, atau mengetuk – ngetuk lantai mimbar.



“Waaaa!! Iyada!!!!” Keito mengacak – acak rambutnya dengan frustasi.



“Kau baik – baik saja?” Riisa ikut duduk di sebelahnya.



Hari ini memang mereka berniat untuk ke sebuah tempat yang di rekomendasikan oleh seorang teman Riisa. Setelah dua minggu mereka tidak menemukan cara untuk mengembalikan Keito ke waktunya yang sebenarnya.



“Bagaimana jika aku terperangkap disini selamanya?! TIDAAAKK!!” seru Keito kesal.



“Yaaa...entahlah...mungkin kau harus segera beradaptasi...” ucap Riisa acuh tak acuh.



“Kau!! Bodoh!!” Keito manyun namun akhirnya mengikuti ketika Riisa yang menaiki sebuah bus.



Tak berapa lama mereka sampai di sebuah toko yang terlihat sedikit mengerikan.



“Tempatnya benar disini kok...” kata Riisa lalu masuk tanpa ba-bi-bu. Sementara Keito kelabakan karena awalnya ia ingin bertanya dulu pada Riisa.



“Kalian mau bertanya soal pemuda itu ya?!!” sebuah suara mengagetkan mereka.



Seorang tua renta dengan pakaian biasa duduk di belakang meja dengan pernak – pernik mengerikan di meja itu.



“Duduk...” perintahnya dengan suara berat.



Sebenarnya untuk ukuran seorang kakek – kakek, wajahnya cukup ramah, namun pembawaannya tidak membuat mereka tenang.



Keduanya duduk di kursi yang sudah disediakan di hadapan meja itu, berseberangan dengan tempat si kakek duduk.



“Kau yang terperangkap waktu....tidak akan bisa kembali sebelum urusanmu selesai, nak...” ucapnya sambil menatap Keito dengan pandangan menyeramkan.



“Hah? Maksudmu? Hmmm... Urusan apa ya?”



“Kau tak akan bisa kembali...tak akan bisa!! KAU TAK BISA KEMBALI SEBELUM KAU MATI!!! HAHAHAHA~”



Riisa mundur karena takut. Sementara Keito masih penasaran dengan apa yang di maksud si kakek menyeramkan itu.





“Kenapa kau malah bertanya macam – macam... kakek tadi bola matanya sampai menjadi putih...mengerikan sekali...” ucap Riisa sambil berjalan cepat mendahului Keito.



“Aku harus tahu apa yang ia maksud urusanku belum selesai?!” seru Keito tak mau kalah.



Tapi memang setelahnya dia tetap tidak mendapatkan jawaban apapun dari si peramal. Ia malah tambah bingung dengan apa yang dimaksudkannya.



“Sebentar...kita mau kemana sih?” Keito menyadari arah mereka pulang tak sama ketika mereka akan pergi.



“Ke panti asuhan... kenapa? Kalau gak mau ikut pulang sendiri saja...”



“Kau tahu itu tak mungkin, kan?” mengingat dirinya tak bawa uang sepeser pun. Maksudnya uangnya tak berlaku di zaman itu.



Tak sampai setengah jam mereka sampai di sebuah bangunan yang cukup jauh dari kota. Keduanya turun, Riisa berjalan menuju ke bangunan itu dan masuk perlahan.



“Rii-Nee datang!! Rii-Nee dataaaanngg!!” seru anak – anak kecil itu sambil berlari menuju Riisa dan Keito.



“Ugh...” Keito tak pernah suka anak kecil. Ia juga tak pernah punya adik, makanya ia tak suka berada di antara anak kecil yang ribut seperti ini.



“Yeee!! Aku bawa coklat untuk kaliaaannn!!” Riisa menyerahkan sekotak coklat.



Anak – anak kecil itu berebutan mengambil coklat sambil mengatakan terima kasih kepada Riisa.



“Kalau boleh ku tahu, ngapain sih kita disini?” tanya Keito sebal, sedikit berbisik – bisik pada Riisa.



“Ini tempat dimana aku berasal...” ucap Riisa singkat namun ungkapan itu tersampaikan sepenuhnya pada Keito.



“Jadi...kau juga dulu tinggal disini?”



Riisa mengangguk, “Tak semua anak itu beruntung seperti dirimu tuan Okamoto...” ucap gadis itu lalu beranjak mendekati anak – anak yang sedang membaca atau melakukan kegiatan lainnya.



Keito kini menyadari kemana selama ini biasanya Riisa pulang larut. Ternyata tempat ini yang menjadi tempat pulangnya sebelum menuju ke kediaman Yanagi.



“Kakak siapa?” tanya seorang anak.



Keito yang sedang memandangi Riisa langsung merespon si anak itu, “Keito Okamoto desu...”



“Keito-Nii...ayo main!! Main perang – perangan!!” seru si anak kecil sambil menarik – narik tangan Keito.



“Aduh...jangan tarik – tarik!!” protes Keito.



Namun akhirnya ia ikut walaupun menunjukkan wajah bete karena anak – anak kecil itu memaksanya untuk bermain perang – perangan.



Riisa tertawa – tawa melihat Keito berguling – guling dan pura-pura mati. Sedikit demi sedikit Keito terbawa suasana tempat itu.





“Wajahmu itu lucu sekali tadi...” kata Riisa sambil menyenggol bahu Keito.



“Sialan kau! Hahaha...tapi ternyata tidak buruk juga ya bermain bersama mereka...” kata Keito.



Kini mereka di perjalanan pulang setelah tanpa sadar mereka bermain hingga malam hampir tiba.



“Aku selalu mendapatkan energi baru ketika melihat mereka. Dulu juga aku ada di tempat yang sama sampai keluarga Yanagi mengangkatku menjadi anak mereka... hahaha...”



Keito menatap Riisa dengan seksama. Gadis itu tegar sekali, padahal itu kan bukan cerita yang menyenangkan, tapi ia malah tertawa seperti itu.



Tanpa sadar Keito menggenggam tangan Riisa, seakan ingin memberikan kenyamanan pada si gadis yang duduk di sebelahnya itu.



Baik Riisa maupun Keito tak lagi mengatakan apapun hingga mereka sampai di tempat tujuan. Keito hendak masuk ke kamar ketika ia menemukan sebuah gitar di ruang tengah rumah itu.



“Gitar ini punya siapa?” tanya Keito pada Riisa.



“Ayahku suka bermain gitar...” ucap Riisa pada Keito.



“Sou ne...boleh kupinjam sebentar?”



Riisa mengangguk.



Keito memainkan sebuah lagu yang terlintas di otaknya saat itu.



Toki wa hito ni nani wo.... Ima tsugeyou to shiteru.... Mamoru beki wa kono sumiwataru sora....Bokura ryoute wo hirogeteru,”



Star Time.



“Lagunya bagus sekali...”



“Hahaha...iya... begitulah...” ucap Keito setelah setelah bernyanyi dan menyimpan kembali gitar itu.



Ia jujur saja kangen sekali dengan semua teman – temannya disana.



“Kau harusnya bernyanyi di panti asuhan!! Bagaimana?” tanya Riisa bersemangat.



“Maksudmu?”



“Anak – anak pasti senang!! Hehehe..”



“Kalau kau saja yang bernyanyi? Bagaimana? Aku akan mengiringimu dengan gitar...”



“Eh?”



“Ayolah...aku mendengarmu bernyanyi kemarin...suaramu bagus kok...” ucap Keito yang memang tak sengaja mendengar Riisa bernyanyi kemarin malam.



Riisa tertunduk malu namun akhirnya mengangguk, “Baiklah...” ucapnya.



Keito tersenyum lalu menuliskan liriknya untuk Riisa.



===========



Keito masuk ke kamar milik Riisa. Memang akhirnya ia ditempatkan di kamar itu sementara Riisa tidur dengan adiknya di kamar lain.



Ia mencoba memejamkan matanya, namun rasanya sulit sekali.



Di dinding ada gambar ayahnya. Apa kini ayahnya mencarinya?



“Ah!! Jangan – jangan...”



Kejadian sebelum ia terdampar pun mampir di kepalanya seperti sebuah film. Ia memang bertengkar dengan Ayahnya malam itu. Hanya karena ia bersikeras tak mau ikut dengan Ayahnya ke panti asuhan yang menurutnya sudah hampir dihancurkan.



Ayahnya kini memang aktif di kegiatan sosial.



Jangan – jangan yang dimaksud adalah panti asuhan itu?



Semalaman itu Keito tak bisa tidur memikirkan apakah dengan cara ini ia bisa kembali ke waktunya yang sebenarnya.



Ketika pagi datang, Keito bergegas mendatangi Riisa.



“Sepertinya aku harus kembali ke panti itu!!” seru Keito tak sabar.



“Aku ada kuliah hari ini...” jawab Riisa.



“Kumohon Riisa...sepertinya ini satu – satunya cara aku bisa kembali!!” ucap Keito lagi.



“Apa sebegitunya kah kau ingin kembali? Tunggu aku pulang saja lah...” Riisa berkata cepat lalu beranjak membawa tasnya.



Keito tertegun sekejap.



Jika ia kembali, maka ia tak akan bisa bertemu Riisa lagi.



Apa itu tidak apa – apa buatnya?



Kenapa rasanya ia tak rela ya?





Akhirnya malam itu Riisa mengantarkan Keito ke panti asuhan itu. Hari sudah malam dan hujan pun turun dengan lebatnya.



“Kau puas?!” kata Riisa sedikit mencibir pada Keito.



Keito hanya menunduk, melihat jalanan saja mereka tak bisa karena lebatnya hujan yang turun.



Bus yang mereka tumpangi tak begitu penuh. Mungkin karena sudah malam dan hujan turun lebat sekali.



Tak sampai beberapa menit setelah Riisa berkata seperti itu, pengemudi bus itu membanting setirnya karena ada sebuah mobil meluncur di hadapan bus itu. Bus oleng dan menabrak sisi jembatan yang memang sedang mereka lewati.



Seluruh penumpang panik, bus terjun bebas ke dalam sungai.



Keito menarik Riisa ke dalam pelukannya.



Seluruh penumpang berteriak ketika badan bus benar – benar masuk ke dalam sungai.



“KYAAAA!!!”



Semuanya gelap.



================



“Yow!”



Keito menyipitkan matanya dan sedikit bingung ia ada dimana.



“Pingsan di kampus itu tidak keren, bodoh!” sebuah suara menyadarkannya.



Yuto.



Itu Nakajima Yuto kan?



Keito segera duduk dan menatap Yuto tak percaya. Ia mengedarkan pandangannya dan mendapati dirinya di sebuah rumah sakit.



“Ngapain aku disini?!” seru Keito.



“Katanya kau pingsan di kampus... makanya orang kampus membawamu kesini...”



“Berapa lama aku pingsan?”



“Hmmm...kira – kira sudah dua jam...”



“Cuma dua jam?! Jangan bohong padaku!!” Keito mengguncang – guncang bahu Yuto dengan kesal.



“Waaaa!! Sakit...” Yuto melepaskan tangan Keito, “Ngapain bohong? Untung saja media tidak tahu kau pingsan karena kecapekan...” ucap Yuto menambahkan.



Keito sesaat merasa dirinya pusing. Bagaimana bisa kejadian selama dua minggu ia bersama Riisa ternyata hanya dua jam? Pasti Yuto bercanda.



“Oh iya... itu ada bingkisan...entah dari siapa...”



Keito mengambil bungkusan di meja itu lalu membukanya.



==============



“Jadi kamu sudah memutuskan untuk ikut Ayah?!! Bagus sekali...kau memang anak baik...” kata Ayahnya ketika hari itu mereka berangkat ke panti asuhan.



Sebenarnya Keito hanya penasaran. Apalagi setelah membaca sebuah surat di bingkisan yang ia terima ketika berada di rumah sakit.



Mobil ayahnya menepi di tempat yang Keito bisa mengingatnya dengan jelas. Memang tempat inilah yang ia lihat saat ia bersama Riisa. Tapi gedungnya sudah rusak parah dan berada di pemukiman yang bisa dibilang cukup kumuh.



“Hari ini akan diadakan perpisahan... tempat ini akan dihancurkan...” kata Ayahnya sambil turun dari mobil.



“Tapi anak – anak disini bagaimana?”



“Aku sedang memikirkannya untuk memindahkan mereka ke tempat lain...” ucap Ayahnya.



“Perpisahan ini dengan pihak panti?” tanya Keito.



Ayahnya mengangguk, “Pegawai disini akhirnya harus mencari pekerjaan lain... atau akan ikut dengan anak – anak ini ke panti asuhan lain...”



“Kalau ada yang bisa kubantu...lebih baik kita mencarikan tempat yang layak untuk mereka...” ucap Keito.



“Iya...kita akan segera menemukan tempat untuk mereka...” kata Ayahnya lagi lalu masuk ke gedung itu.



Keito mengikutinya.



Ketika masuk, ia melihat anak – anak kecil di tempat itu sedang duduk menghadap ke depan, menonton seseorang bernyanyi.



Hateshinai itoshisa wa kono... Kokoro ni tashika ni umareru... Kagayaki no hitotsu to shite bokura wa... Hoshi tachi no shita de rekishi wo kizamu...



Gadis itu menyelesaikan lagunya lalu menunduk ke arah penonton.



Semua yang ada disitu bertepuk tangan.



Sementara Keito seakan ingin menangis melihat sosok itu berjalan ke arahnya.



“Riisa?” tanya Keito pada gadis yang kini berdiri di sebelahnya.



“Sekarang aku yang terperangkap waktu... bagaimana ini?” tanya gadis itu sedikit berbisik pada Keito.



Tanpa pikir panjang Keito menarik Riisa ke dalam pelukannya. Semua yang dikatakan dalam kertas itu terbukti sudah.



“Tak apa asal kau tak ingin kembali kesana...disini saja bersamaku...” bisik Keito.





“Kembalilah saat jiwamu terpanggil dan kau menyadari kesalahanmu...kau akan merasakan hidup kedua kalinya...”



“Asal kau memintanya dengan sungguh – sungguh, kau bisa memilih hidupmu...”



“Kembali ke tempat itu, lalu temuilah ia jika ia memilih hal yang sama denganmu....”





Keito mengingat kembali tulisan di kertas itu, lalu bertanya pada Riisa yang masih ada dipelukannya.



“Kau meminta apa saat kita terjatuh?”



“Aku meminta agar aku bisa terus disampingmu...aku takut sekali tak bisa bertemu lagi denganmu...”



===============

Jumping To My Heart ~I Wish You Here~ END

=.=

Maafkan saia...hikz...

Ini sekalian buat ultahnya Keito deh...

Otanjoubi Omedetou English Boy!!hahaha~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thanks For Leave A Coment