Rabu, 02 Mei 2012

Fanfiction 'Gakko,Heya,Inori'

Fanfiction

Title       : Gakko, Heya, Inori

Genre   : Romance

Ratting  : PG

Author  : Lisa Wulan Novianti

Cast       : Miyata Toshiya (Kisumai), Yanagi Riisa (OC), Tamamori Yuuna (OC). Kouci Yugo (Jjr)

WARNING : FAILED FICTION. Sebenernya Tamamori Yuuna itu pelesetan dari Tamamori Yuuta, karena sepertinya Miyata menyukai Tama *plak* Hahahaha. but please comment. PLEASE COMMENT *maksa banget* btw gakko = sekolah. Heya = kamar. Inori = pendo’a. lumayan buat nambah kotoba *halah*


Gakko, Heya, Inori…


Hujan yang mengguyur kota Tokyo semalam membuat aku tertidur dengan pulas, tak lama kemudian aku mendengar nafas seseorang mendengung di leher ku. Aku menoleh dan mendapatkan seorang laki-laki yang tidur disebelahku. Padahal tadi malam tidak ada siapa-siapa.

Ohaaaayyooouuuuuu. Ohaaaaayyyoouuu. Hayaku okitte.

Alarm ku berdering. Aku menguncang tubuh lelaki yang ada disambilngku. “Sensei, bangun. Kalau tidak kau akan telat” Ucap ku pada lelaki itu.

Lelaki itu tak lain adalah sensei disekolah ku, Miyata Toshiya sensei namanya. Mengajar dibidang  kimia. Mengapa dia bisa ada dikamar ku? jawabannya adalah karena aku kalah taruhan.

#FLASH BACK#

Hujan mengguyur kota Tokyo, hari ini hari pertama ku dikelas 2D, kelas yang berisi murid-murid yang katanya pintar, tapi aku tidak merasa seperti itu, aku hanya seorang anak yang biasa hanya saja aku mendapat beasiswa disekolah ini, dank arena beasiswa ini aku terpaksa tinggal di apartemen kecil yang disewa sekolah untukku.

Aku bersekolah di sekolah khusus wanita, tapi beberapa guru disekolah ini ada juga yang berjenis kelamin laki-laki. Aku memebecti guru-guru yang berjenis kelamin laki-laki.

“Ohayou” Sensei pertama dikelas ini adalah seseorang yang tidak aku kenal sebelumnya, anak-anak mulai berbisik dibelakang. Membicarakan sensei baru itu.

“Kakkoi” Begitu yang mereka bilang. Tapi menurutku biasa saja, hanya sedikit tampan dengan hidung yang besar.

Sensei itu menuliskan kanji namanya. Dan anak-anak serentak membaca namanya “Miyata Toshiya” begitu. Sensei itu lalu tersenyum dan memperkenalkan dirinya.

Tak begitu lama dia mengajak kami semua kesebuah lab, lab kimia. Dia mengajar Kimia untuk saat ini.

Anak-anak kini sudah berada didepan meja praktek dan dengan pakaian lab mereka semua mulai bermain dengan zat-zat kimia itu.

Aku tak suka dengan bau zat-zat kimia. Bau HCL begitu menyengat. Hari ini kami akan praktek asam dan basa dengan menggunakan kertas lakmus.

“Sensei, boleh aku muntah?” Tanya ku pada Miyata sensei.

“EH?” murid-murid sekelas tersontak mendengar pernyataan ku. lalu aku menatap mereka dengan datar.

Tanpa persetujuan dari Miyata Sensei, aku keluar kelas dengan pelan. Dan setelah sampai dikelas aku berlari sekeras mungkin.

Aku terus berlari menuju taman belakang sekolah, tempat yang menenangkan bagiku. Setelah sampai aku terduduk disebuah bangku taman, aku menarik nafas berat. Dan ku hembuskan perlahan. Kesejukan terasa disekitar tubuhku. Menenangkan syaraf-syaraf yang menegang akibat pelarian tadi.

“Nona, kau disini?” Tiba-tiba seseorang memegang pundakku dari belakang.

Aku menoleh. “Sensei” Ucapku tersentak.

Aku memang tidak menyukai kimia, dan tentunya praktek, aku lebih suka teori kalau sedang pelajaran Kimia, tetapi Miyata sensei malah melakukan praktek bahkan dihari pertamanya mengajar.

“A, aku bukan orang yang pandai merayu wanita, tapi aku akan membuat persetujuan dengan mu. Aku akan membuat kau menyukai pelajaran ku. dank au boleh meminta apapun dari ku. dan sebaliknya. Dou?” Ucapnya sembari duduk disebelahku.

Aku menatap sensei berhidung besar itu, lalu dengan repleks aku mengiyakan tawarannya itu.

Beberapa bulan kemudian, aku mulai betah ada disalam kelasnya, selalu ada senyuman yang setidaknya aku berikan, bahkan saat berkutik dengan zat-zat seperti HCL dan kawan-kawan aku tak lagi sungkan.

Anehnya Miyata sensei tidak lagi menanyakan soal perjanjian itu, walau aku mulai menyadari kalau sekarang aku tak lagi membenci kimia, ku rasa ini semua berkat Miyata sensei yang selalu membuat pelajaran terasa asik dan menarik hati.

Disuatu minggu aku sedang melakukan kegiatan club, club kendo yang ku ikuti, disana ada Miyata sensei bersama dengan anak-anak club kimia. Seusai kegiatan club aku dipanggil olehnya dan dia mulai menanyakan perjanjian kita.

“Okeh, baik. Asalkan tidak ada yang tau tidak apa-apa. tapi ingat, kau adalah kakakku!”

Akhirnya aku menepati janjiku, dia hanya meminta untuk tinggal bersama ku, saat aku tanya apa tujuannya kau ingin tinggal bersama ku “untuk meringankan biaya hidupnya” begitu jawabannya. Alasan yang benar-benar tidak bisa diterima.

=====================================================================================

Aku berjalan menuju sekolah seperti biasa, sudah 2 minggu kami tinggal serumah, sebalnya apartemen kecil ini hanya memiliki satu kamar. maklum, apartemen gratisan. Miyata sensei berjalan disebalahku, lama-lama menghilang dari pandanganku. Aku tidak tau dia kemana, biasanya sih dia membeli dua buah sandwich satu untukku dan satunya untuk dia, tetapi belakangan ini dia sering senyum-senyum sendiri menjadi aneh. Dan banyak gosip yang tersebar kalau dia sedang dekat dengan Tamamori sensei.

“Makan, kau harus sarapan” Miyata sensei menyerahkan sepotong sandwich yang dibelinya disupermarket dekat sekolah. Aku mengambilnya. Lalu ku masukan kedalam tas.

“Arigatou”

Sampainya disekolah hubungan kami kembali seperti biasa, walau Miyata sensei yang menurut banyak gadis itu kakkoi dan sering sekali mendapatkan perhatian lebih dari seorang murid aku hanya biasa melihatnya. Dia hanya seorang guru bodoh yang tidak mau rugi bagiku.

“Kyyaaaa~~~ Miyata Sensei dan Tamamori sensei jadian?” Aku menatap sekeliling kelas yang membicarakan mereka, tak ada maksud untuk menguping, tapi mereka berteriak dan tentu saja terdengar olehku.

Aku menyantap sandwich yang tadi diberikan oleh Miyata sensei, dan ku dengar mereka masih saja membicarakan Miyata sensei dan Tamamori sensei.

Tak begitu lama suara bel masuk berbunyi, dan hari ini adalah pelajaran sastra Jepang, pelajaran kesuakaan ku karena Tamamori sensei yang cantik.

“Kalau kita menikmati pelajaran dengan asik maka pelajaran itu tidak akan terasa lama” Tiba-tiba aku teringat omongan Miyata sensei yang menasehati ku saat aku masih sangat membenci kimia.

Dan setelah aku mengingatnya, dia malah melintas depan kelasku. Sesaat melambaikan tangan pada Tamamori sensei. Aku jadi sedikit sebal melihatnya, pacaran yang begitu fullgar.

=====================================================================================

#AUTHOR POV#

Riisa menatap curry yang dia buat dengan susah payah itu dengan malas, dia sudah menyiapkan makan malam untuknya dan juga untuk Miyata Sensei tentunya, lelaki yang umurnya berbeda 6 tahun dari dirinya.

Krrruuuukkk

Suara perut itupun berbunyi, pertanda kalau harus segera diisi dengan makanan. Akhirnya gadis itu memakan makannya sendiri, dan membiarkan makanan yang sudah disiapkan untuk Miyata mendingin di meja makan kecil itu.

Selesai mencuci piring Riisa merebahkan dirinya di kasur kecil yang dua minggu belakangan ini dia tiduri bersama dengan Miyata.

Huaaahhhh

Riisa mulai menguap, pertanda kalau dia mengantuk. Dia memiringkan tubuhnya, tak lama kemudian matanya mulai tertutup.

=====================================================================================

Suara berisik itu tentu saja membangunkan Riisa yang asik terlelap. Suara berisik per kasur membuat gadis itu terbangun.

“Kau beru pulang?” Tanya Riisa pada lelaki yang kini ada disebelahnya.

“Iya, aku habis kencan dengan Tamamori sensei” Ucap laki-laki itu dengan wajah yang senang.

Riisa tersenyum lebar, lalu membalikkan tubuhnya. “baguslah, kalau kau segera menikah, aku akan segera sendiri lagi” Ucap Riisa. “Oyasuminasai”

Lampu kecil yang ada disisi kasur itu ditariknya, lalu seisi ruangan menjadi gelap gulita. Dibalik kegelapan kamar Riisa menarik nafasnya dengan bear, mencoba membuat dirinya menjadi lebih tenang dari sebelumnya.

Setelah yang dia dengar, dia tidak langsung menutup matanya, gadis itu masih saja terjaga sembari sesekali mencoba memejamkan matanya walau hasilnya selalu tidak bisa.

Merasa kalau senseinya sudah terbuai dalam indahnya mimpi Riisa bangkit, dan menuju sebuah tempat kecil dirumah tersebut. Sembari berlutut dihadapan salib besar yang ada dirumah tersebut Riisa menautkan tangannya menjadi satu.

Aku tak mengerti, mengapa aku merasa kesal saat dia bilang ‘habis kencan dengan Tamamori sensei’. Tuhan, aku tak tau apa yang terjadi padaku. Tuhan, aku mohon kepadaMU berikan yang terbaik untuknya.

Riisa menarik nafasnya lagi, kebiasaan menenengkan diri yang selalu dia lakukan saat dirinya gusar. Tak terasa seiring hembusan nafas yang berat itu air matanya terjatuh. Tanpa dia mengerti mengapa air matanya terjatuh hanya karena dia sedang berdo’a.

=====================================================================================

Pagi itu mereka kembali berangkat kesekolah seperti biasa, dan seperti biasa juga mereka berjalan beriringan, dan seperti biasa juga Miyata menghilang, mungkin membelikan sandwich untuk Riisa, tapi tak seperti biasanya, Miyata malah bertemu dengan Tamamori sensei dan memberikan sandwich itu untuk dia didepan mata Riisa tentunya.

Gadis itu teridiam dan menatap dua insane yang sedang asik bersama itu dengan lugu, kemesraan yang terus terjalin itu sampai pada gerbang sekolah dan tentu saja semua itu disaksikan oleh Riisa.

Riisa berjalan menuju kelas. “Riisa, tolong antarkan ini ke Tamamori sensei ya” Miyata memanggil Riisa dan memberikan sebuah buku, Riisa menatap Miyata dengan tajam.

“Kenapa tidak sensei antarkan sendiri? Kalian pacaran kan. Lagipula aku sudah mau masuk kelas” Ucapnya dengan ketus. Lalu meninggalkan Miyata begitu saja.

Gadis iru berlari menuju taman belakang sekolahnya lagi. Lalu duduk disebuah bangku yang ada disana. Lagi-lagi melakukan hal yang biasa dia lakukan, menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya.

Dia menekuk tangannya, memejamkan matanya. Dan tentu saja dia berdoa.

Aku merasa benci melihat mereka berdua bersamaan, melihat mereka beruda akrab dan mesra, aku tak tau Tuhan kenapa aku merasa seperti itu. Aku tau aku salah mengacuhkannya seperti itu. Tuhan aku.. aku..

=====================================================================================

“Kencan lagi dengan Tamamori sensei? Kalau kau pulang lebih dari jam 11 aku tidak akan membukakan pintu untuk mu” Ucap Riisa sembari menyantap soba yang baru saja dia seduh.

Miyata menyerahkan sebuah bungkusan “Cake buatan Tamamori sensei. Aku lelah ingin istirahat” Ucap Miyata dengan datar.

Riisa menatapnya dengan kesal. “Ugghhttt” Gadis itu hanya membanting kakinya, lalu menuju kamarnya dan membaringkan dirinya sendiri di kasur itu.

“Aku akan tidur di sofa. Minggu depan juga aku akan segera meninggalkan rumah ini, aku akan menyewa apartemen yang akan ku tempati bersama Tamamori sensei” Ucap Miyata sembari mengambil sebuah bantal dan sebuha guling.

Riisa tak merepon, dia hanya mematikan lampu kamarnya, lalu memejamkan matanya.

Gadis itu tak bisa memejamkan matanya dengan pasti, dia merasa dirinya tidak tenang. Gadis itu membuak sebuah alkitab lalu dibacanya dengan perlahan. Membaca tentang kenangan dan cinta membuat gadis itu meneteskan air matanya.

Tuhan, kami betengkar. Aku memarahinya dan aku tau itu sifat yang salah. Maaf, aku tidak bisa menjadi umatmu yang baik. Aku, akan ku akui padamu kalau aku menyukai Miyata sensei. Tapi, semuanya sudah terlambat. Tuhan, ku mohon berikan yang terbaik untuknya.

=====================================================================================

“Sensei, kepala ku terasa begitu sakit, boleh aku izin?” Ucap Riisa dihadapan sensei kesehatan. Wajah gadis itu memucat, dia terus-terusan memegang kepalanya yang terasa sakit.

“baiklah, sepertinya keadaan mu sudah sangat parah Riisa-san” Ucap Senseinya.

Dengan lunglai Riisa berjalan disepanjang koridor sekolah, menenteng tasnya yang tidak berisi apa-apa. dia memang tak berniat sekolah hari ini.

Begitu keluar dari sekolah gadis itu berlari dengan kecang, bagai kereta listrik yang melaju dengan kencang dan expres.

Gadis itu tersenyum, “aku bebas, semoga bisa tenang dari kenyataan hari ini” Batin Riisa sambil terus berlari.

Riisa tiba disebuah lapangan sepak bola, lapangan milik sekolah lelaki yang terkenal dengan sekolah penghasil yankee terbaik. Riisa duduk dibawah pohon yang ada ditepi lapangan itu. Dia menyandarkan tubuhnya.

Tuhan, kalau saja aku bisa mengatakan yang sebenarnya pada Miyata sensei dan tidak membohongin diri ku sendiri mungkin semuanya tidak akan seburuk ini. Aku ingin jujur dan berkata ‘aku menyukai mu’ padanya.

“Aku juga menyukai mu. hahahaha” tiba-tiba seseorang datang menghampiri Riisa yang sedang memejamkan matanya. “Are? kau anak sekolah wanita itu?” Tanya laki-laki itu. “Kau tidak tau ya kalau wanita dilarang masuk sini? Atau kau sengaja mau menjadi mangsa?”

Tampang Riisa benar-benar memucat, ucapan laki-laki itu membuat dirinya semakin terpojok. Riisa terus menggeleng. Wajahnya tertunduk, kulitnya mulai mengeluargakan keringat.

“Kenapa kau ketakutan? Kau tampak manis. Siapa namamu?” Lelaki itu mulai menyentuh wajah Riisa dan didongkaknya wajah Riisa hingga menatapnya. Mata Riisa tertutup tak berani menatap lelaki itu.

Buuggghhhttt

Riisa menendang alat vital lelaki itu, dan sontak lelaki itu merasakan nyeri yang begitu sakit, membuatnya tidak fokus pada Riisa dan memberi kesempatan Riisa untuk melarikan diri darinya.

Riisa terus berlari menuju apartemennya yang kecil, berlari tanpa henti, terus menjauhi sekolah yankee tersebut.

Begitu sampai diapartemennya, sebelum membuka pintu Riisa menarik nafasnya dengan panjang, mencoba menenangkan dirinya sembari mengatur nafas.

“Kau tidak benar-benar sakit kan?” Tanya Miyata yang ternyata sudah ada diapartment tersebut.

Riisa meletakan tasnya, lalu mengambil teko berisi air, dan dituangnya air tersebut dan dengan cepat dia meminumnya.

“kapan kau akan keluar dari rumah ini?” Tanya Riisa sesaat.

“Jawab dulu pertanyaan ku, kau tidak benar-benar sakit kan?” Tanya Miyata lagi untuk yang kedua kalinya.

Riisa menatap senseinya itu “Kau harus segera pergi dari sini. Karena aku….”

“Karena kau kenapa?”

“Karena kalau kau ada disini kasur itu terasa lebih sempit tau!”

Miyata menatap muridnya yang pintar berbohong itu, lalu dipegangnya wajah Riisa dengan tangannya yang besar. “Aku tidak bercanda Riisa, dan aku ingin kau jujur” Ucap Miyata dengan serius.

“Aku serius. Sudahlah aku ingin makan ramen”

Riisa meninggalkan Miyata yang masih kesal dengan tingkah anaknya didiknya yang seperti itu. Miyata kini merebahkan tubuhnya di kasur yang mungkin tak akan dia tempati lagi.

=====================================================================================

Riisa berjalan, sembari mengatupkan tangannya. Dia masih menggunakan seragam sekolah, membuatnya tidak diizinkan masuk ke berbagai tempat disana.

“bagaimana aku bisa mengatakan yang sesungguhnya?” Tanyanya sendiri. Perlahan air mata gadis itu terjatuh, Riisa hanya menatap jalan yang kosong sembari terus berpikir dan berjalan tak tentu arah.

Buuuggghhhttt.

“Are? Kau gadis yang tadi kan?” Seorang laki-laki yang ditemunya dilapangan sekolah itu memeluknya dengan erat. “Jangan berteriak…

“Baik, a.. aku tak akan berteriak” Ucap Riisa sambil berbisik.

Buuggghhhtttt.

Buuuggghhtttt…..

Tinjuan mendarat di pipi dan tubuh laki-laki itu, membuatnya meringis kesakitan dan melepaskan Riisa, Miyata menarik lengan Riisa dan membawanya jauh dari lelaki tersebut.

Mereka berdua kini sudah sampai dikamar kecil yang selalu mempertemukan mereka, kamar kecil yang menjadi saksi bisa apa yang terjadi diantara mereka.

“Aku sudah mengemasi barang-barang ku. dan aku akan segera pergi dari rumah ini. Ini uang  untuk ganti rugi mu selama aku disini” Ucap Miyata sembari menarik sebuah koper dan menggendong ranselnya.

Riisa mengembalikan uangan yang ditaruh oleh Miyata disudut meja kecil dekat kasur tersebut. “Aku tak butuh ini” Ucap Riisa sembari mengembalikan uangnya.

Miyata kini sudah ada di luar pintu apartmen tersebut. “Aku pergi ya. Riisa, doomo arigatou. aku akan sering mengunjungi mu disini” Ucap Miyata dengan tenang.

“Tidak perlu, anggap saja kita tidak penah kenal dan anggap saja kita tidak pernah membuat perjanjian itu. Lupakan semuanya” Ucap Riisa sembari memunggungi Miyata.

“Kau serius? Baiklah jika itu mau mu” Miyata menutup pintu itu dengan pelan.

Riisa berlari menuju kamarnya, dia tak bisa menahan air matanya lagi. Begitu deras air matanya mengalir dipipi lebutnya. Begitu dia tak kuasa menahan emosinya. Lagi-lagi tangan itu terkatup menjadi satu.

Aku menyukai Miyata sensei, Tuhan terima kasih kau telah menjauhkan dia dariku. Walau aku harus merasakan sakit hati yang begitu parah.

Disela tangisnya Riisa tersenyum, walau air mata itu tak berhenti mengalir.

=====================================================================================

“Sen” Riisa mengentikan ucapannya, lalu menggaruk kepalanya, dia tidak sadar kalau Sensei yang dia suka sudah tidak ada lagi.

Pagi ini dia berjalan menuju sekolah sendiri, tanpa ada Miyata disisinya, tanpa ada sandwich lagi, tanpa ada senyuman lagi.

Memasuki sekolah dengan gosip yang mengejutkannya, gosip tentang Tamamori sensei berhenti karena dirinya terbukti hamil membuat Riisa merasa sedikit panik. Setaunya selama dia tinggal bersama dengan Miyata sensei dia adalah pria yang baik, walau mereka tidur sekamar Miyata Sensei tidak pernah menyentuh dirinya sama sekali.

“Ne, Shinta, jadi yang menghamili Tamamori sensei itu Miyata sensei?” Tanya Riisa, pertanyaan yang membuat seisi kelasnya tersontak heran, Riisa terkenal dengan orang yang anti gosip, tapi kali ini dia bertanya dengan wajah yang begitu serius.

“Wakanai yo~ jika mereka memang terbukti bersalah keduanya akan dikeluarkan dari sekolah kan? Tapi Miyata sensei masih masuk sekolah. Atau mungkin dia hanya mau memperjelas status mereka?” Jawab Shinta panjang lebar, Shinta yang memang ratu gosip disekolah itu jelas akan mencemari Riisa dengan hal yang tidak-tidak.

=====================================================================================

Bel berbunyi, menunjukan waktu belajar dimulai, semua murid-murid kembali ke tempat mereka masing-masing dan memulai pembelajaran.

Riisa menatap keluar kelas, diluarnya ada Miyata yang melambaikan tangan padanya. Riisa terdiam, setelah Miyata berlalu dia meminta izin kepada Sensei yang sedang mengajar untuk ketoilet, tapi sebenarnya Riisa hanya ingin bertemu dengan Miyata.

“Sensei, chotto” Riisa berlari mengejar Miyata yang sudah sampai luar gerbang sekolah.

Miyata berhenti dan Plllaaaakkkkk. Tamparan yang keras itu mendarat di pipi Miyata.

Miyata hanya diam,tak membalas “Kau percaya pada gosip itu ya?” Ucap Miyata dengan malas. “Bahkan sampai kau pun percaya pada hal itu” tambahnya.

“Kalau kau tidak melakukannya  kau tidak akan dikeluarkan Miyata sensei”

“Sudahlah, kau belajar saja. Jangan biarkan orang lain merebut posisi beasiswa mu” Ucap Miyata sembari mengacak-acak rambut Riisa.

Riisa terdiam menatap Miyata yang pergi berlalu begitu saja “Chotto Sensei”. Riisa mengejarnya lagi, lalau dipeluknya tubuh besar Miyata “Baka sensei!” Ucapnya lagi.

“Arigatou Riisa, Terimakasih untuk segalanya” Tanpa sadar Miyata juga membalas pelukan itu dengan erat. Air mata kepedihan yang Riisa rasakan mengalir begitu saja, membasahi kemeja putih yang Miyata kenakan.

=====================================================================================

Tubuhnya lunglai, lemas yang benar-benar merasuki tubuhnya membuat Riisa enggan bangun dari bangku taman itu, air matanya berkali-kali terjatuh dan kemudian berhenti terus begitu sampai matanya menjadi sembab.

Jika ini yang terbaik baginya aku akan menerima ini Tuhan, terimakasih kau telah memberikan yang terbaik baginya dan tentu bagiku.

“Mata mu sembab tuh” Ucap seseorang yang tiba-tiba duduk disebuah bangku disebelah Riisa.

“Kau?” Tampang Riisa menjadi tak tenang, melihat seseorang yang berkali-kali menerornya.

“Jangan berteriak, aku hanya ingin bilang kalau table reaksi kimia mu ketinggalan. Dan aku selalu mencari mu Yanagi Riisa” Ucap anak laki-laki itu.

Riisa tersenyum aneh, raut wajahnya masih saja menunjukan kalau dia masih ketakutan “Ka. Kau siapa? Arigatou. aku memang sangat membutuhkan ini. Aku sangat menyukai kimia” Ucapnya dalam wajah yang tertunduk.

“Ya, kau memang sangat menyukai kimia, sama seperti kau menyukai orang ini” Anak laki-laki itu mendongkak wajah Riisa, dan tentunya wajah itu sudah basah lagi dengan air mata. Anak laki-laki itu menunjukan beberapa kata-kata yang Riisa buat, dengan foto Miyata dibelakangnya.

“Terimakasih sudah mengembalikan ini padaku” Ucapnya.

“Itu tidak masalah, tapi harus ada imbalannya. Kau harus mengajarkan aku kimia. Onegaishimasu” Ucap anak laki-laki itu dan jelas saja wajah memohon anak laki-laki itu membuat Riisa tertawa. “Kenapa tertawa? apa yang lucu? Aku serius tau, karena… gadis yang ku suka sangat menyukai Kimia” Ucap lelaki itu dengan lemas.

“Baiklah. Panggil aku Riisa sensei” Uca Riisa sembari menatap lelaki itu sembari tersenyum. “Tokorode, anata no namae wa?”

“Yuugo, Kouchi Yuugo desu”

=====================================================================================

Di apartemen itu, diruang tamu kecil Riisa sedang asik mengajari Yugo belajar perlajaran Kimia, anak laki-laki ini yang selalu menemani Riisa diwaktu Riisa yang kosong. Setiap hari sepulang sekolah Yuugo mampir dan segera belajar dengan tekun dan serius.

Ting tong…

Bel apartment itu berbunyi, tak lama Riisa membukanya. Sebuah paket diantarakan oleh seorang kurir, Riisa menandatangani penerimaan paket tersebut. Dan membawanya keruang tengah.

“Ada apa?” Tanya Yugo yang sedang sibuk menghapal unsur-unsur kimia.

Riisa mengangkat bahunnya. Lalu dia mulau membuka pelan isi bungkusan tersebut.

“Kaset?” Ucap Riisa. Dia mengeluarkan kaset tersebut lalu disetelnya di player yang tersedia disana.

Kaset tersebut mulai berputar

“Halo Riisa, apa kabar? Aku sekarang ada di tempat kelahiran ku Kanagawa. Aku punya sesuatu untuk mu…” Seseorang muncul dan menyapa Riisa dari rekaman tersebut.

“Dare?” Tanya Yugo penasaran.

“Miyata Sensei” Ucap Riisa lalu fokus lagi pada rekaman tersebut.

“Aaaa Jadi dia yang memukul ku itu? Baka. Kuussooo”

Pllaaakkk

“Urusai baka!”

Yugo terdiam dan ikut menyaksikan rekaman itu dengan teliti. Bebrapa detik kemudian, sebuah gambar gelap muncul, hanya suara yang terdengar dari situ.

SUATU HARI SAAT KAU CEMBURU

Aku tak mengerti, mengapa aku merasa kesal saat dia bilang ‘habis kencan dengan Tamamori sensei’. Tuhan, aku tak tau apa yang terjadi padaku. Tuhan, aku mohon kepadaMU berikan yang terbaik untuknya.

Rekaman tersebut berhenti, lalu muncul Miyata lagi.

“Aku merasa sangat senang ketika ada seseorang yang berdo’a dengan sungguh-sungguh untukku, bahkan dia menginginkan yang terbaik bagiku. Itu sanga mulia Riisa”

Rekaman tersebut berubah menjadi gelap lagi.

KETIKA KAU MENJADI UMAT YANG BAIK

Tuhan, kami betengkar. Aku memarahinya dan aku tau itu sifat yang salah. Maaf, aku tidak bisa menjadi umatmu yang baik. Aku, akan ku akui padamu kalau aku menyukai Miyata sensei. Tapi, semuanya sudah terlambat. Tuhan, ku mohon berikan yang terbaik untuknya.

“Hanya itu yang aku tau, tapi aku yakin kau pasti berdo’a lebih banyak lagi dari ini. Aku adalkah orang yang paling banyak menyakitimu. Maafkan aku, kau adalah gadis terbaik yang pernah aku temui Riisa. Aku ingin mengulang semuanya. Aku ingin belajar mencintaimu. Izinkan aku melakukan itu. Kita akan memulai kembali semuanya, bahkan kau boleh menaggilku Toshiya atau mungkin panggilan kecilku Miyacchi. Maaf, Maaf, Maaf. Aku tidak pernah bisa menyatakan perasaan ku secara langsung”

Rekaman itu berakhir, dan tanpa sadar air mata Riisa terjatuh, membasahi pipinya yang mulus. Yugo menatap Riisa yang serius memperhatikan rekaman itu.

Yugo memeluk tubuh Riisa “Kau masih menyukainya kan?”  Tanya Yugo berbisik ditelinga Riisa.

Kemudian Riisa mengangguk, dan tangannya meraih ponselnya. Ditekannya tombol call pada sebuah nama ‘Miyata sensei’

“Moshi-moshi. Aku sudah menerima rekaman tersebut sensei. Arigatou, arigatou, arigatou” Ucap Riisa sembari menahan tangisnya. “Tetapi aku sekarang sedang menikmati dunia ku bersama teman yang begitu mengagumkan. Aku tak pernah meminta untuk diriku, kali ini aku ingin kehidupanku berjalan baik. Aku tak ingin ada tangisan lagi. Jika Tuhan mempertemukan kita lagi berarti itu sudah yang dia rencanakan. Tapi jika tidak, mungkin dia punya rencana yang lebih baik lagi dari itu. Percayalah sensei Tuhan sangat menyayangi umatnya” Air mata gadis itu mengalir, sementara Yugo yang ada dihadapannya hanya tertawa kecil mengetawai gadis itu.

“Hai. Wakatta. Betapa bodohnya aku harus diajari oleh seorang anak kecil seperti mu Riisa. Arigatou na” Suara yang berat terdengar disebrang sana.

“Un. Jyaa” Riisa menekan tombol end, dan percakapan itu terputus.

Yugo menatap Riisa. “Kau menyelesaikannya dengan sangat baik gadis Kimia, sekarang kembali mengajariku” Ucap Yugo lalu  menarik sebuah buku dan mulai menuliskan beberapa unsure yang sudah dia apal.

Semuanya yang kita miliki adalah milik Tuhan, Riisa sadar akan hal itu oleh sebab itu dia tak pernah sungkan untuk berdo’a pada Tuhan.

Gakko ni, Heya ni, doko ni mo, Inori.

====================OWARI======================

YEY~ AYEY~ GAZE BANGET TT.TT Fict saya nga ada yang nga gaze. Maaf kalo failed to the poolll. Dan sekali lagi Maaf, saya hanya bisa minta Maaf. Keep reading and Comment pelase LOL

7 komentar:

  1. aku bingung sama endingnya. Itu intinya si miyata diterima apa ditolak apa digantungin? Trus si Riisa jadinya sama siapa? .-.

    BalasHapus
  2. Intinya adalah saya nga sama siapa2 *plak
    Miyata di diemin aja *digebok

    BalasHapus
  3. Hwaaa!!! Aku kura mama ama yugooo, eh rupanya ama toshiyaaa.. Hohooo.. (Bener gk ma?)

    BalasHapus
  4. Hwaaa!!! Kirain mama berpindah ke yugoo.. Ternyata masih setiaaaaa :'D

    BalasHapus
  5. Hwaaaa!!! Aku kira mama ama yugoooo.. Ternyata masih setiaaa :'D

    BalasHapus
  6. wohohoho~ terakhirnya emang bikin bingung...
    dan agak loncat2...jadi sedikit bingung bacanya... :P
    tapi oke kok ceritanya... :)
    keep writing~

    BalasHapus
  7. Maniiisssss fanfictnya manisss bangeet >.<

    BalasHapus

Thanks For Leave A Coment